-
SLIDE-1-TITLE-HERE
Replace these every slide sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com [...]
-
SLIDE-2-TITLE-HERE
Replace these every slide sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com [...]
-
SLIDE-3-TITLE-HERE
Replace these every slide sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com [...]
- #
#
Rabu, 18 September 2013
Jumat, 30 Agustus 2013
Minggu, 12 Mei 2013
Makalah Pengembangan Kurikulum
MAKALAH
PENGEMBANGAN
KURIKULUM
Disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pengembangan Kurikulum
Oleh:
Asep Sumardi, A.Ma.
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM YAMISA
TAHUN 2013
KATA
PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas ini.
Penyusunan tugas ini bertujuan untuk
memenuhi tugas dan kewajiban kami sebagai mahasiswa serta agar mahasiswa yang
lain dapat melakukan kegiatan seperti yang kami lakukan. Dalam tugas ini kami
akan membahas mengenai “Pengembangan Kurikulum”. Dengan ini kami mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah mendukung kami
terutama kepada dosen mata kuliah Pengembangan dan Telaah Kurikulum
Sekolah selaku pembimbing kami.
Tiada gading
yang tak retak, demikian pepatah mengatakan. Kami sadari tugas ini masih jauh
dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun sehingga kami
dapat memperbaiki kesalahan kami.
Akhir kata kami
ucapkan terima kasih. Semoga tugas ini bermanfaat dan berguna bagi kita semua.
Penyusun.
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Tujuan
Rumusan
Masalah
Pengertian
Kurikulum
Landasan
dan Aspek Kurikulum
BAB II. PEMBAHASAN
Komponen - komponen dari kurikulum
Konsep dan teori kurikulum
Langkah pengembangan kurikulum
Kurikulum KTSP berlangsung
Langkah - langkah telaah kurikulum
BAB III. PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
|
i
ii
1
1
1
1
2
|
BAB
I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Pengembangan kurikulum merupakan
suatu kegiatan yang memberikan jawaban atas sejumlah tuntutan kebutuhan yang
berkembang pada pendidikan. Pengembangan kurikulum dilakukan atas sejumlah
komponen pada pendidikan, di antaranya pada pembelajaran yang merupakan
implementasi dari kurikulum. Hasil dari proses ini adalah adanya perubahan pada
guru dan siswa, serta komponen lainnya. Pandangan tentang kurikulum dikenal
dalam dimensi kurikulum yang membedakan peran dan fungsinya. Oleh karena itu
perlu dipahami mengenai seluk beluk kurikulum.
1. 2. Rumusan Masalah
1.
Apa saja komponen - komponen dari
kurikulum?
2.
Bagaimana konsep dan teori
kurikulum?
3.
Bagaimana langkah - langkah
pengembangan kurikulum?
4.
Bagaimana kurikulum KTSP
berlangsung?
5.
Bagaimana langkah - langkah telaah
kurikulum?
1. 3. Tujuan
1.
Menjelaskan tentang komponen -
komponen dari kurikulum;
2.
Menjelaskan konsep dan teori
kurikulum;
3.
Menjelaskan langkah - langkah
pengembangan kurikulum;
4.
Menjelaskan tentang kurikulum KTSP
berlangsung;
5.
Menjelaskan langkah - langkah telaah
kurikulum.
1.4. Pengertian Kurikulum
Kurikulum adalah suatu rencana yang
disusun untuk melancarkan proses berlajar mengajar di bawah bimbingan dan
tanggunga jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.
Kurikulum merupakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan
sekolah, jadi selain kegiatan kulikuler yang formal juga kegiatan yang tak
formal. (Nasution, 2008:5)
Sistem Pendidikan Nasional pasal 1
ayat (19) yang berbunyi: Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Lebih lanjut pada pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwa kurikulum
disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a.
Peningkatan iman dan takwa;
b.
Peningkatan akhlak mulia;
c.
Peningkatan potensi, kecerdasan, dan
minat peserta didik;
d.
Keragaman potensi daerah dan
lingkungan;
e.
Tuntutan pembangunan daerah dan
nasional;
f.
Tuntutan dunia kerja;
g.
Perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni;
h.
Agama;
i.
Dinamika perkembangan global;
j.
Persatuan nasional dan nilai-nilai
kebangsaan.
Pasal ini jelas menunjukkan berbagai
aspek pengembangan kepribadian peserta didik yang menyeluruh dan pengembangan
pembangunan masyarakat dan bangsa, ilmu, kehidupan agama, ekonomi, budaya,
seni, teknologi dan tantangan kehidupan global. Artinya, kurikulum haruslah
memperhatikan permasalahan ini dengan serius dan menjawab permasalahan ini
dengan menyesuaikan diri pada kualitas manusia yang diharapkan dihasilkan pada setiap
jenjang pendidikan.
1.4. Landasan dan Aspek Kurikulum
Dalam buku ajar Teori Belajar dan
Pembelajaran, Landasan setidaknya mempunyai makna berikut:
1. Landasan adalah sebuah pondasi yang
di atas di bangun sebuah bangunan.
2. Landasan adalah pikiran-pikiran
abstrak yang dijadikan titik tolak atau titik berangkat bagi pelaksanaan suatu
kegiatan.
3. Landasan adalah pandangan –pandangan
abstrak yang telah teruji , yang yang dipergunakan sebagai titik tolak dalam
menyusun konsep, pelaksanaan konsep dan evaluasi konsep.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Landasan berarti
1)
Alas; bantalan; paron (alas untuk
menempa, terbuat dr besi);
2)
Lapangan terbang: pesawat kami
mendarat dengan selamat;
3)
Dasar; tumpuan: ~ hukum negara kita
ialah pancasila dan uud 45.
Menurut Hornby c. s dalam “The Advance Learner’s Dictionary of Current
English” (Redja Mudyahardjo, 2001:8) mengemukakan definisi landasan sebagai
berikut: “Foundation … that on which an
idea or belief rest; an underlying principle‟s as the foundations of religious
belief; the basis or starting point…”.
Jadi menurut Hornby landasan adalah
suatu gagasan atau kepercayaan yang menjadi sandaran, sesuatu prinsip yang
mendasari, contohnya seperti landasan kepercayaan agama, dasar atau titik
tolak.
Dengan demikian landasan
pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan, suatu asumsi,
atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam mengembangkan
kurikulum.
Landasan pengembangan kurikulum memiliki
peranan yang sangat penting, sehingga apabila kurikulum diibaratkan sebagai
sebuah bangunan gedung yang tidak menggunakan landasan atau fundasi yang kuat,
maka ketika diterpa angin atau terjadi goncangan, bangunan gedung tersebut akan
mudah rubuh dan rusak. Demikian pula halnya dengan kurikulum, apabila tidak
memiliki dasar pijakan yang kuat, maka kurikulum tersebut akan mudah
terombang-ambing dan yang akan dipertaruhkan adalah manusia (peserta didik)
yang dihasilkan oleh pendidikan itu sendiri.
Ada empat landasan yang digunakan
dalam pengembangan kurikulum, yaitu : Landasan Filosofis, landasan Psikologis,
landasan Sosiologis dan landasan Organisatoris.
A. Landasan Filosofis
Filosofis artinya berdasarkan
filsafat. Sedangkan Filsafat itu sendiri berasal dari bahasa yunani, yaitu dari
kata “philos“ dan “sophia“. Philos, artinya cinta yang mendalam, dan sophia
adalah kearifan atau kebijaksanaan. Dengan demikian, filsafat secara harfiah
dapat diartikan sebagai cinta yang mendalam akan kearifan. Filsafat sangat
penting karena harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan tentang aspek
kurikulum. Untuk itu tiap keputusan harus ada dasarnya. Jadi filsafat adalah
cara berfikir yang sedalam-dalamnya, yakni sampai akar-akarnya tentang hakikat
sesuatu. Para pengembang kurikulum harus mempunyai filsafat yang jelas tentang
apa yang mereka junjung tinggi.
B. Landasan Psikologis
a. Psikologi Perkembangan Peserta Didik
Implikasi
dari perkembangan peserta didik terhadap pengembangan kurikulum yaitu: Setiap
anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat dan
kebutuhannya. Disamping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (Program inti)
yang wajib dipelajari setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran pilihan
yang sesuai dengan minat anak. Kurikulum disamping menyediakan bahan ajar yang
bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang nersifat akademik. Bagi anak
yang berbakat dibidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke
jenjang pendidikan selanjutnya. Kurikulum memuat tujuan–tujuan yang mengandung
pengetahuan, nilai atau sikap, dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan
pribadi yang utuh lahir dan batin.
b. Psikologi Belajar
Psikologi
atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat dikelompokkan kedalam
tiga rumpun yaitu:
1)
Teori Daya (Disiplin Mental).
Menurut
teori ini sejak kelahirannya (heredities)anak telah memiliki potensi-potensi
atau daya-daya tertentu (Faculties) yang masing-masing memiliki fungsi
tertentu, seperti potensi/daya mengingat, daya berpikir daya mencurahkan
pendapat daya mengamati, daya memecahkan masalah, dan daya-daya lainnya. Karena
itu pengertian mengajar menurut teori ini adalah melatih peserta didik dalam
daya- daya itu, cara mempelajarinya pada umumnya melalui hapalan dan latihan.
2) Teori Behavorisme
Rumpun
teori ini mencakup tiga teori, yaitu teori Koneksionisme atau teori Asosiasi,
teori Kondisioning, dan teori Reinforcement (Operent Conditioning), Rumpun
teori Behaviorisme berangkat dari asumsi bahwa individu tidak membawa potensi
sejak lahir. Perkembangan individu ditentukan oleh lingkungan (keluarga,
sekolah, masyarakat) Teori Koneksionisme atau teori Asosiasi adalah kehidupan
tunduk kepada hukum stimulus-respon atau aksi-reaksi. Belajar pada dasarnya
merupakan hubungan antara stimulus-respon. Belajar merupakan upaya untuk
membentuk hubungan stimulus-respon. Belajar merupakan upaya untuk membentuk
hubungan stimulus-respon sebanyak-banyaknya.
3) Teori Organismik atau Gestalt
Teori
ini mengacu kepada pengertian bahwa keseluruhan lebih bermakna dari pada
bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap
sebagai mahluk organisme yang melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan
secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon.
C. Landasan Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan
yang menyelidiki berbagai gejala sosial hubungan antar individu, antar
golongan, antar lembaga sosial atau masyarakat. Di dalam kehidupan kita tidak hidup
sendiri, namun hidup dalam suatu masyarakat. Dalam lingkungan itulah kita
memiliki tugas yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab sebagai
bakti kepada masyarakat yang telah memberikan jasanya kepada kita.
Tiap masyarakat memiliki norma dan
adat kebiasaan yang harus dipatuhi. Norma dan adat kebiasaan tersebut memiliki
corak nilai yang berbeda-beda, selain itu masing-masing dari kita juga memiliki
latar belakang kebudayaan yang berbeda. Hal inilah yang menjadi pertimbangan
dalam pengembangan sebuah kurikulum, termasuk perubahan tatanan masyarakat
akibat perkembangan IPTEK. Sehingga masyarakat dijadikan salah satu asas dalam
pengembangan kurikulum.
D. Landasan Organisatoris
Landasan ini berkenaan dengan
organisasi kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum perlu di susun suatu desain
yang tepat dan fungsional. Dilihat dari organisasinya ada tiga tipe bentuk
kurikulum:
a. Kurikulum yang berisi sejumlah mata
pelajaran yang terpisah-pisah (separated
subject curriculum)
b. Kurikulum yang berisi sejumlah mata
pelajaran yang sejenis di hubung-hubungkan (Correlated
curriculum)
c. Kurikulum yang terdiri dari
peleburan semua/ hampir semua mata pelajaran (integrated curriculum)
BAB
II
PEMBAHASAN
2. 1. Komponen - Komponen Kurikulum
Merujuk pada fungsi kurikulum dalam
proses apendidikan, yakni merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, maka
hal ini berarti, sebagai alat pendidikan kurikulum mempunyai komponen-komponen
penunjang yang saling mendukung satu sama lainnya. Para pemikir pendidikan
seperti Subandijah, Soetopo, soemato dan Nasution mempunyai ragam dalam
menentukan jumlah komponen tersebut, meskipun pada dasarnya pemahaman dan
pengertiannya hampir sama.
Subandijah (1993) membagi komponen
kurikulum antara lain: tujuan, Isi atau materi, Organisasi atau strategi,
Media, daan Komponen proses belajar mengajar. Sedangkan yang dikategorikan
komponen penunjang kurikulum mencakup: Sistem administrasi dan supervisi,
Pelayanan bimbingan dan penyuluhan dan Sistem evaluasi.
Kemudian Soetopo dan Sumato (1993)
membagi komponen kurikulum ke dalam 5 komponen, yaitu:
1.
Tujuan,
2.
Isi dan struktur program,
3.
Organisasi dan strategi,
4.
Sarana
5.
Evaluasi.
Nasution (1993) membagi komponen kurikulum menjadi tiga,
yaitu:
1.
Tujuan,
2.
Bahan belajar mengajar,
3.
Penilaian.
Berikut ini akan diuraikan secara beberapa komponen
tersebut:
A. Komponen Tujuan
Tujuan kurikulum mengacu kearah
pencapaian tujuan pendidikan nasional, ditetapkan dalam UU No. 2 tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kurikulum menyediakan kesempatan yang luas
bagi peserta didik untuk mengalami proses pendidikan dan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional khususnya dan menciptakan sumber daya manusia
yang berkualitas umumnya.
Tujuan pendidikan yang berkaitan
dengan perwujudan domain-domain anak didik diupayakan melalui suatu proses
pendidikan, yang kalau dibuat secara berurutan tujuan pendidikan sebagai
berikut:
1) Tujuan Pendidikan Nasional
2) Tujuan Institusional
3) Tujuan Kurikuler
4) Tujuan Instruksional
Berikut penjelasan mengenai tujuan - tujuan pendidikan
nasional:
1) Tujuan Pendidikan
Nasional
Tujuan Pendidikan Nasional,
merupakan pendidikan yang paling tinggi dalam hirarkis tujuan-tujuan pendidikan
yang ada, yang bersifat ideal dan umum yang dikaitkan dengan falsafah
Pancasila. Di dalam undang-undang No. 20 Tahun 2004, bab II pasal 2 dituangkan,
bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
2) Tujuan
Institusional
Tujuan instruksional merupakan tindak
lanjut dari tujuan pendidikan nasional. Sistem Pendidikan Indonesia memiliki
jenjang yang melembaga pada suatu
tingkatan. Tiap lembaga memiliki suatu tujuan pendidikan yang disebut dengan
tujuan institusional, sehingga dikenal bermacam-macam tujuan insitusional.
Keberadaan tujuan pendidikan mesti menggambarkan kelanjutan dan memiliki relevansi
yang kuat dengan tujuan pendidikan nasional. Agar tidak terjadi penyimpangan,
maka tujuan institusional mesti didahului dengan pengertian pendidikan, dasar
pendidikan, tujuan pendidikan nasional dan tujuan umum lembaga yang dimaksud.
3) Tujuan Kurikuler
Tujuan kurikuler merupakan tindak
lanjut dari tujuan institusional. Dalam melaksanakan kegiatan pendidikan dari
suatu lembaga pendidikan, maka isi pengajaran yang telah disusun diharapkan
dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Suatu lembaga pendidikan
memiliki tujuan kurikuler yang biasanya dapat dilihat dari Garis-Garis Besar
Program Pengajaran (GBPP pada Kurikulum 1994 selanjutnya disebut silabus pada Kurikulum 2006) dari suatu mata
pelajaran. Pada Silabus tersebut terdapat suatu tujuan kurikuler yang perlu
dicapai oleh siswa setelah ia
menyelesaikannya. Hal ini yang perlu diperhatikan, bahwa tujuan kurikuler
seharusnya mencerminkan tindak lanjut dari tujuan institusional dan tujuan
pendidikan nasional dan menggambarkan tujuan kurikuler. Sehingga akan terlihat
jelas hubungan hirarkis dari ketiga tujuan pendidikan tersebut.
4) Tujuan
Instruksional
a. Tujuan Instruksional Umum (identik
dengan standar kompetensi)
b. Tujuan Instruksional Khusus (identik
dengan kompetensi dasar, ditunjukkan oleh indikator)
Tujuan instruksional merupakan
tujuan akhir dari tiga tujuan yang telah dikemukakan terdahulu. Tujuan ini
bersifat operasional, yakni diharapkan dapat tercapai pada saat terjadinya
proses belajar mengajar yang bersifat langsung dan terjadi setiap hari dibahas.
Untuk mencapai tujuan-tujuan instruksional ini maka biasanya seorang guru perlu
membuat Satuan Pelajaran (SP) atau pada Kurikulum 2006 dikenal sebagai Rencana
Pelaksanaan pembelajaran (RPP). Tujuan instruksional ini dalam upaya mencapai
tujuannya sangat ditentukan oleh kondisi proses mengajar yang ada, antara lain:
kompetensi pendidik, fasilitas belajar, anak didik, metode, lingkungan dan
faktor yang lain.
Menurut
Bloom, dengan bukunya Taxonomy of
Educational Objectives terbitan 1965, bentuk perilaku sebagai tujuan yang
harus dirumuskan dapat digolongkan kedalam 3 domain, yaitu:
a. Domain Kognitif
Kognitif
adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan kemampuan intelektual seperti
mengingat dan memecahkan masalah. Domain kognitif terbagi menjadi 6 tingkatan
yaitu;
¬
pengetahuan (knowledge)
¬
pemahaman (comprehension)
¬
penerapan (application)
¬
analisa
¬
sintesis
¬
evaluasi.
b. Domain Afektif
Afektif
berkenaan dengan sikaf, nilai-nilai dan afresiasi. Domain ini memiliki 5
tingkatan, yaitu;
¬
Penerimaan
¬
Merespon
¬
Menghargai
¬
mengorganisasi dan
¬
karakterisasi nilai.
c. Domain Psikomotor
Psikomotor
adalah tujuan yang berhubungan dengan kemampuan keterampilan atau skill
seseorang. Dan tingkatannya yaitu ;
¬
persepsi (perception)
¬
kesiapan
¬
meniru (imitation)
¬
membiasakan (habitual)
¬
menyesuaikan (adaption)
¬
menciptakan (organization).
B. Komponen Materi
Materi kurikulum pada hakekatnya
adalah isi kurikulum yang dikembangkan dan disusun dengan prinsip-prinsip
sebagai berikut :
1) Materi kurikulum berupa bahan
pelajaran terdiri dari bahan kajian atau topik-topik pelajaran yang dapat dikaji
oleh siswa dalam proses pembelajaran.
2)
Mengacu pada pencapaian tujuan
setiap satuan pelajaran.
3)
Diarahkan untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional.
4)
Isi / materi kurikulum hakikatnya
adalah semua kegiatan dan pengalaman yang
dikembangkan dan disusun untuk mencapai tujuan pendidikan.
Secara umum isi kurikulum itu dapat dikelompokan menjadi :
¬ Logika, yaitu pengetahuan tentang
benar salah berdasarkan prosedur keilmuan.
¬ Etika, yaitu pengetahuan tentang
baik buruk, nilai dan moral.
¬ Estetika, pengetahuan tentang
indah-jelek, yang ada nilai seninya.
Pengembangan materi kurikulum harus berdasarkan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.
Mengandung bahan kajian yang dapat
dipelajari siswa dalam pembelajaran.
b.
Berorientasi pada tujuan, sesuai
dengan hirarki tujuan pendidikan.
c.
Materi kurikulum mengandung aspek
tertentu sesuai dengan tingkat tujuan kurikulum, yang meliputi :
1) Teori
2)
Konsep
3)
Generalisasi
4)
Prinsip
5)
Prosedur
6)
Fakta
7)
Contoh atau Ilustrasi
8)
Istilah
9)
Definisi
10)
Preposisi
Menurut Hilda Taba (1962) kriteria untuk memilih isi materi
kurikulum yaitu :
a. Materi harus sahih dan signifikan,
artinya menggambarkan pengetahuan mutakir.
b.
Relevan dengan kenyataan social dan
kultur agar anak lebih memahaminya.
c.
Materi harus seimbang antara
keluasan dan kedalaman.
d.
Materi harus mencakup berbagai ragam
tujuan.
e.
Sesuai dengan kemampuan dan
pengalaman peserta didik.
f.
Materi harus sesuai kebutuhan dan
minat peserta didik.
Banyak kegagalan dalam komponen ini
karena guru tidak bisa memberikan pengalaman belajar pada peserta didiknya.
Cara untuk mewujudkan pengalaman peserta didik adalah dengan merancang dan
menjabarkan materi pelajaran menjadi berbagai kegiatan belajar. Menurut Taba
kegiatan belajar menimbulkan pengalaman belajar.
C. Komponen Proses
Komponen ini tentunya sangatlah
penting dalam suatu proses pengajaran atau pendidikan. Tujuan akhir dari proses
belajar mengajar adalah diharapkan terjadinya perubahan dalam tingkah laku
anak. Komponen ini juga mempunyai keterkaitan erat dengan suasana belajar
kreativitas dalam belajar baik di dalam kelas maupun individual (di luar kelas)
merupakan suatu langkah yang tepat.
Dalam kaitannya dalam kemampuan guru
dalam menciptakan suasana pengajaran yang kondusif agar aktivitas tercipta
dalam peroses pengajaran. Subandijah (1993) mengemukakan, bahwa guru perlu
memusatkan pada kepribadian dalam mengajar, menerapkan metode mengajarnya,
memusatkan pada proses yang produknya dan memusatkan pada manager dan
fasilitator merupakan suatu tuntunan dalam memperlancar proses belajar mengajar
ini.
Semakin maju dunia pendidikan suatu
negara maka peran-peran di atas tentunya semakin digunakan oleh seorang
pendidik suatu negara maka peran-peran di atas tentunya semakin digunakan oleh
seorang pendidik dalam menggeluti profesinya, bagi kita mungkin masih terlalu
ideal. Dan hal yang disampaikan Subandijah tersebut dapat dicapai bila guru
dapat:
a.
Memusatkan pada kepribadiannya dalam
mengajar.
b.
Menerapkan metode mengajarnya
c.
Memusatkan pada proses dan produknya
d.
Memusatkan pada kompetensi yang
relevan
D. Komponen Evaluasi
Komponen evaluasi ditujukan untuk
menilai pencapaian tujuan kurikulum dan menilai proses implementasi kurikulum
secara keseluruhan. Hasil evaluasi sebagai umpan balik guna perbaikan dan
penyempurnaan kurikulum, sebagai masukan dalam penentuan kebijakan pengambilan
keputusan tentang kurikulum pendidikan dapat dilihat dari komponen program,
pelaksanaan dan hasil yang dicapai.
Evaluasi dan kurikulum merupakan dua
disiplin ilmu yang berdiri sendiri, ada pihak yang berpendapat antara keduanya
tidak ada hubungan, tetapi ada pihak lain yang menyatakan keduanya mempunyai
hubungan yang sangat erat. Hubungan tersebut merpakan hubungan sebab akibat,
perubahan dalam kurikulum berpengaruh pada evaluasi kurikulum, sebaliknya
perubahan evaluasi perubahan evaluasi akan memberi warna pada pelaksanaan
kurikulum, hubungan antara evaluasi dengan kurikulum bersifat organis dan
prosesnya berlangsung secara evolusioner.
Evaluasi kurikulum sukar di rumuskan
secara tegas hal itu disebabkan beberapa faktor :
- Evaluasi kurikulum berkenaan dengan fenomena-fenomena yang terus berubah
- Objek evaluasi kurikulum adalah sesuatu yang berubah-ubah sesuai dengan konsep yang digunakan
- Evaluasi kurikulum merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manusia yang sifatnya juga berubah
Konsep-konsep evaluasi kurikulum dibagi menjadi dua, yaitu:
- Deskriptif
- Preskriptif
Luas atau sempitnya suatu suatu
program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuannya. Doll (1976) mengemukakan
syarat-syarat suatu program evaluasi kurikulum yaitu suatu evaluasi kurikulum
harus nilai dan penilaian. Punya tujuan atau sasaran yang jelas, bersifat
menyeluruh dan terus menerus berfungsi diagnostik dan tevintegrasi.
Evaluasi kurikulum juga bervariasi,
bergantung pada dimensi-dimensi yang menjadi fokus evaluasi, salah satu dimensi
yang sering mendapat sorotan adalah kuantitas dan kualitas.
Konsep kurikulum yang menekankan
isi, memberikan peranan besar pada analisis pengetahuan baru yang ada, konsep
penilaian menutut penilaian secara rinci tentang lingkungan belajar, dan konsep
organisasi memberi perhatian besar pada struktur belajar. Pengembangan
kurikulum yang menekankan isi membutuhkan waktu mempersiapakan situasi belajar
dan menyatukannya dengan tujuan pengajaran yang cukup lama. Kurikulum yang
menekankan pada situasi waktu untuk mempersiapkannya lebih pendek, sedangkan
kurikulum yang menekankan pada organisasi waktu persiapannya hampir sama dengan
kurikulum yang menekankan pada isi, kurikulum yang menekankan organisasi,
strategi penyebarannya sangat mengutamakan latihan guru.
Model evaluasi kaitannya dengan
teori kurikulum perbedaan konsep dan strategi pengembangan dan penyebaran
kurikulumnya. Juga menimbulkan perbedaan dalam rancangan evaluasi. Model
evaluasi yang bersifat komporatif atau menekankan pada objek sangat sesuai bagi
kurikulum yang bersifat rasional dan menekankan isi, dalam kurikulum menekankan
situasi sukar disusun evaluasi yang bersifat kompratif karena konteksnya bukan
terhadap guru atau satu tujuan tetapi terdapat banyak tujuan.
Pada kurikulum yang menekankan
organisasi, tugas evaluasi lebih sulit lagi, karena isi dan hasil kurikulum
bukan hal yang utama, yang utama adalah aktivitas dan kemampuan siswa salah
satu pemecahan bagi masalah ini dengan pendekatan yang bersifat elektrik seprti
dalam proyek kurikulum humanistik dan care (center
for applied research in education) dalam proyek itu dicari perbandingan
materi antara proyek yang menggunakan guru yang terlatih dengan yang tidak
terlatih. Dalam evaluasinya juga diteliti pengaruh umum dari proyek, dengan
cara mengumpulkan bahan-bahan secara studi kasus dari sekolah-sekolah proyek.
Teori kurikilim dan teori evaluasi,
model evaluasi kurikulum berkaitan erat dengan konsep kurikulum yang digunakan,
seperti model pengembangan dan penyebaran dihasilkan oleh kurikulum yang
menekankan isi.
Macam-macam model evaluasi yang
dipergunkan bertumpu pada aspek -aspek tertentu yang diutamakan dalam proses
pelaksanaan kurikulum. Model evaluasi yang bersifat kompratif berkaitan erat
dengan tingkah-tingkah laku individu, evaluasi yang menekakan tujuan berkaitan
erat dengan kurikulum yang menekankan pada bahan ajar atau isi kurikulum model
(pendekatan) antropologis dalam evaluasi ditujukan untuk mengevaluasi
tingkah-tingkah laku dalam suatu lembaga sosial, dengan demikian sesungguhnya
terdpat hubungan yang sangat erat antara evaluasi dengan kurikulum.
a.
Peranan evaluasi kurikulum
Evaluasi
kurikulum dapat dilihat sebagai proses sosial dan sebagai institusi sosial
mempunyai asal usul, sejarah struktur serta intersef sendiri, beberapa
karakteristik dari proyek-proyek kurikulumyang telah dikembangkan di inggris,
misalnya :
1. Lebih berkenaan dengan inovasi
daripada dengan kurikulum yang ada
2. Lebih berskala nasional daripada
lokal
3. Dibiayai oleh grant dari luar yang
berjangka pendek daripada oleh anggaran tetap
4. Lebih banyak dipengaruhi oleh
kebiasaan penelitian yang bersifat psikometris daripada kebiasaan lamayang
berupa penelitian social.
Peranan evaluasi kebijaksanaan dalam
kurikulum khususnya pendidikan umumnya minimal berkenaan dengan 3 hal yaitu :
1. Evaluasi sebagai moral judgement, konsep utama dalam
evaluasi adalah masalah nilai, hasil dari suatu evaluasi berisi suatu nilai
yang akan digunakan untuk tindakan selanjutnya hal ini mengandung dua
pengertian, evaluasi berisi suatu skala nilai moral, berdasarkan skala tersebut
suatu objek evaluasi dapat dinilai, dan evaluasi berisi suatu perangkat
kriteria praktis berdasarkan kriteria-kriteria suatu hasil dapat dinilai.
2. Evaluasi dan penentuan keputusan, pengambilan keputusan
dalam pelaksanaan pendidikan atau kurikulumbanyak yaitu:guru, murid, orang tua,
kepala sekolah, para inspektur, pengembangan kurikulum dll, beberapa diantara
mereka yang memegang peranan paling besar dalam penetuan keputusan. Pada
prinsipnya tiap individu diatas membuat keputusansesuai dengan posisinya.
3.
Evaluasi dan konsesus nilai dalam
berbagai situasi pendidkan serta kegiatan pelaksanaan evaluasi kurikulum
sejumlah nilai-nilai dibawakan oleh orang-orang yang ikut terlibat dalam
kegiatan penilaian atau evaluasi, para partisipan dalam evaluasi pendidikan
dapat terdiri dari :orang tua, murid, guru, pengembang kurikulum,
administrator, ahli politik, ahli ekonomi, penerbit, arsitek dsb. Bagaimana
caranya agar dapat diantara mereka terdapat kesatuan penilaian hanya dapat di
capai melalui suatu konsensus.
Evaluasi
merupakan komponen untuk melihat efektifitas pencapaian tujuan. Dalam konteks
kurikulum evaluasi dapat berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan yang telah
ditetapkan telah tercapai atau belum, juga digunakan sebagai umpan balik dalam
perbaikan strategi yang ditetapkan.
Evaluasi
juga merupakan salah satu komponen kurikulum, dengan evaluasi dapat diperoleh
informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran, keberhasilah siswa,
guru dan proses pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan hasil evaluasi dapat
dibuat keputusan kurikulum itu sendiri, pembelajaran, kesulitan dan upaya
bimbingan yang diperlukan. Aspek yang dinilai bertitik tolak dari tujuan yang
akan dicapai.
Persyaratan
suatu instrument penilaian adalah aspek validitas, realiabilitas, obyektivitas,
kepraktisan dan pembedaan. Penilaian harus bernilai objektif, dilakukan berdasarkan
tanggung jawab kelompok guru, rencana terkait dengan pelaksanaan kurikulum
sesuai tujuan dan materi kurikulum dengan alat ukur yang handal dan mudah
dilaksanakan serta memberikan hasil yang akurat.
Dalam evaluasi dapat di kelompokan
kedalam dua jenis yaitu:
a)
Tes
Tes biasanya digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam
asfek kognitif. Tes memiliki dua kriteria yaitu tes memiliki tingkat validitas
seandainya dapat mengukur yang hendak diukur. Kedua memiliki tingkat
reliabilitas/kendalan jika tes tersebut bisa menghasilkan informasi yang
konsisten. Tes berdasarkan jumlah peserta dibedakan jadi tes kelompok yaitu
dilakukan terhadap sejumlah siswa secara bersama-sama dan tes individu adalah
tes yang dilakukan kepada seorang individu secara perorangan. Tes dilihat dari
cara penyusunannya yaitu tes buatan guru yaitu untuk menghasilkan informasi
yang dibutuhkan oleh guru bersangkutan dan tes standar adalah tes yang
digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dan memprediksi kemampuan siswa pada
masa yang akan datang. Tes dilihat dari pelaksanaannya dibedakan menjadi tes
tertulis adalah dengan cara siswa menjawab sejumlah soal secara tertulis dan
tes lisan adalah tes yang dilakukan langsung komunikasi dengan siswa secara
verbal.
b) Non Tes
Non tes adalah alat evaluasi yang biasanya digunakan untuk
asfek tingkah laku termasuk sikap, minat dan motivasi. Beberapa jenis non tes
yaitu :
·
Observasi
Observasi
adalah penilaian dengan cara mengamati tingkah laku pada situasi tertentu.
Observasi dibedakan jadi observasi partisipatif yaitu dimana observer ikut
kedalam objek yang sedang dia observasi. Observasi non partisipatif yaitu
observasi yang dilakukan dengan cara observer murni sebagai pengamat.
·
Wawancara
Wawancara
adalah komunikasi langsung antara pewawancara dan yang diwawancarai. Ada dua
jenis wawancara yaitu wawancara langsung apabila pewawancara melakukan
komunikasi dengan subjek yang akan dievaluasi. Wawancara tidak langsung apabila
pewawancara mengumpulkan data subjek melalui pelantara.
·
Studi kasus
Studi
kasus dilaksanakan untuk mempelajari individu dalam periode tertentu secara
terus menerus.
·
Skala Penilaian
Skala
penilaian/rating acale adalah salah satu alat penilaian dengan mengunakan alat
yang telah disusun dari yang negatif sampai positif, sehingga pada skala
tersebut penilai tunggal membubuhi tanda.
2.2. Konsep dan Teori Kurikulum
Teori kurikulum adalah suatu
perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah, makna
tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum,
karena adanya petunjuk perkembangan/penggunaan dan evaluasi kurikulum.
Konsep terpenting yang perlu mendapat penjelasan dalam teori
kurikulum adalah konsep kurikulum.
1. Konsep kurikulum
Konsep terpenting yang perlu
mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep kurikulum. Ada tiga
konsep tentang kurikulum, kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem, dan
sebagai bidang studi.
a. Konsep pertama, kurikulum sebagai
suatu substansi:
Suatu
kurikulum, dipandang orang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi
murid-murid di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai.
Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan
tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi.
Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis sebagai hasil
persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum dan pemegang kebijaksanaan
pendidikan dengan masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat mencakup lingkup
tertentu, suatu sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.
b. Konsep kedua, adalah kurikulum
sebagai suatu sistem:
Yaitu
sistem kurikulum. Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan,
sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup
struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu
kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu
sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem
kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis.
c. Konsep ketiga, kurikulum sebagai
suatu bidang studi:
Yaitu
bidang studi kurikulum. Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan
ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah
mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka yang
mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum.
Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan,
mereka menemukan hal-hal barn yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi
kurikulum.
Seperti
halnya para ahli ilmu sosial lainnya, para ahli teori kurikulum juga dituntut
untuk:
1) Mengembangkan definisi-definisi
deskriptif dan preskriptif dari istilah-istilah teknis,
2) Mengadakan klasifikasi tentang
pengetahuan yang telah ada dalam pengetahuan-pengetahuan baru,
3) Melakukan penelitian inferensial dan
prediktif,
4) Mengembangkan subsubteori kurikulum,
mengembangkan dan melaksanakan model-model kurikulum.
Keempat tuntutan tersebut menjadi
kewajiban seorang ahli teori kurikulum. Melalui pencapaian keempat hal tersebut
baik sebagai subtansi, sebagai sistem, maupun bidang studi kurikulum dapat
bertahan dan dikembangkan.
2. Perkembangan Teori Kurikulum
Perkembangan teori kurikulum tidak
dapat dilepaskan dari sejarah perkembangannya. Perkembangan kurikulum telah
dimulai pada tahun 1890 dengan tulisan Charles dan McMurry, tetapi secara definitif
berawal pada hasil karya Franklin Babbit tahun 1918. Bobbit Bering dipandang
sebagai ahli kurikulum yang pertama, is perintis pengembangan praktik
kurikulum. Bobbit adalah orang pertama yang mengadakan analisis kecakapan atau
pekerjaan sebagai cara penentuan keputusan dalam penyusunan kurikulum. Dia
jugalah yang menggunakan pendekatan ilmiah dalam mengidentifikasi kecakapan
pekerjaan dan kehidupan orang dewasa sebagai dasar pengembangan kurikulum.
Menurut Bobbit, inti teori kurikulum
itu sederhana, yaitu kehidupan manusia. Kehidupan manusia meskipun berbeda-beda
pada dasarnya sama, terbentuk oleh sejumah kecakapan pekerjaan. pendidikan
berupaya mempersiapkan kecakapan-kecakapan tersebut dengan teliti dan sempurna.
Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai untuk dapat terjun dalam kehidupan
sangat bermacam-macam, bergantung pada tingkatannya maupun jenis lingkungan.
Setiap tingkatan dan lingkungan kehidupan menuntut penguasaan pengetahuan,
keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi tertentu. Hal-hal itu merupakan
tujuan kurikulum. Untuk mencapai hal-hal itu ada serentetan pengalaman yang
harus dikuasai anak. Seluruh tujuan beserta pengalaman-pengalaman tersebut
itulah yang menjadi bahan kajian teori kurikulum.
Werrett W. Charlters (1923) setuju
dengan konsep Bobbit tentang analisis kecakapan/pekerjaan sebagai dasar
penyusunan kurikulum. Charters lebih menekankan pada pendidikan vokasional.
Ada dua hal yang sama dari teori kurikulum, teori Bobbit dan
Charters:
1. Keduanya setuju atas penggunaan
teknik ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah kurikulum. Dalam hal ini mereka
dipengaruhi oleh gerakan ilmiah dalam pendidikan yang dipelopori oleh E.L.
Thorndike, Charles Judd, dan lain-lain.
2. Keduanya bertolak pada asumsi bahwa
sekolah berfungsi mempersiapkan anak bagi kehidupan sebagai orang dewasa. Untuk
mencapai hal tersebut, perlu analisis tentang tugas-tugas dan tuntutan dalam
kurikulum disusun keterampilan, pengetahuan, sikap, nilai, dan lain-lain yang
diperlukan untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan orang dewasa. Bertolak
pada hal-hal tersebut mereka menyusun kurikulum secara lengkap dalam bentuk
yang sistematis.
Mulai tahun 1920, karena pengaruh
pendidikan progresif, berkembang gerakan pendidikan yang berpusat pada anak
(child centered). Teori kurikulum berubah dari yang menekankan pada organisasi
isi yang diarahkan pada kehidupan sebagai orang dewasa (Bobbit dan Charters)
kepada kehidupan psikologis anak pada saat ini. Anak menjadi pusat perhatian
pendidikan. Isi kurikulum harus didasarkan atas minat dan kebutuhan siswa.
pendidikan menekankan kepada aktivitas siswa, siswa belajar melalui pengalaman.
Penyusunan kurikulum harus melibatkan siswa.
Perkembangan teori kurikulum
selanjutnya dibawakan oleh Hollis Caswell. Dalam peranannya sebagai ketua divisi
pengembang kurikulum di beberapa negara bagian di Amerika Serikat (Tennessee,
Alabama, Florida, Virginia), itu mengembangkan konsep kurikulum yang berpusat
pada masyarakat atau pekerjaan (society centered) maka Caswell mengembangkan
kurikulum yang bersifat interaktif. Dalam pengembangan kurikulumnya, Caswell
menekankan pada partisipasi guru-guru, berpartisipasi dalam menentukan
kurikulum, menentukan struktur organisasi dari penyusunan kurikulum, dalam
merumuskan pengertian kurikulum, merumuskan tujuan, memilih isi, menentukan
kegiatan belajar, desain kurikulum, menilai hasil, dan sebagainya.
Pada tahun 1947 di Univeristas
Chicago berlangsung diskusi besar pertama tentang teori kurikulum. Sebagai
hasil diskusi tersebut dirumuskan tiga tugas utama teori kurikulum:
a. Mengidentifikasi masalah-masalah
penting yang muncul dalam pengembangan kurikulum dan konsep-konsep yang
mendasarinya,
b.
Menentukan hubungan antara
masalah-masalah tersebut dengan struktur yang mendukungnya,
c. Mencari atau meramalkan
pendekatan-pendekatan pada masa yang akan datang untuk memecahkan masalah
tersebut.
Ralph W. Tylor (1949) mengemukakan
empat pertanyaan pokok yang menjadi inti kajian kurikulum:
1.
Tujuan pendidikan yang manakah yang
ingin dicapai oleh sekolah?
2. Pengalaman pendidikan yang
bagaimanakah yang harus disediakan untuk mencapai tujuan tersebut?
3. Bagaimana mengorganisasikan
pengalaman pendidikan tersebut secara efektif?
4.
Bagaimana kita menentukan bahwa
tujuan tersebut telah tercapai?
Empat pertanyaan pokok tentang
kurikulum dari Tylor ini banyak dipakai oleh para pengembangan kurikulum
berikutnya. Dalam konferensi nasional perhimpunan pengembang dan pengawas
kurikulum tahun 1963 dibahas dua makalah penting dari George A. Beauchamp dan
Othanel Smith. Beauchamp menganalisis pendekatan ilmiah tentang tugas-tugas
pengembangan teori dalam kurikulum. Menurut Beauchamp, teori kurikulum secara
konseptual berhubungan erat dengan pengembangan teori dalam ilmu-ilmu lain.
Hal-hal yang penting dalam
pengembangan teori kurikulum adalah penggunaan istilah-istilah teknis yang
tepat dan konsisten, analisis dan klasifikasi pengetahuan, penggunaan
penelitianpenelitian preckktif untuk menambah konsep, generalisasi atau
kaidahkaidah, sebagai prinsip-prinsip yang menjadi pegangan dalam menjelaskan
fenomena kurikulum.
Dalam makalah kedua, Othanel Smith
menguraikan peranan filsafat dalam pengembangan teori kurikuklm yang bersifat
ilmiah. Menurut Smith, ada tiga sumbangan utama filsafat terhadap teori kurikulum,
yaitu dalam :
(1) Merumuskan dan mempertimbangan tujuan pendidikan,
(2) Memilih dan menyusun bahan,
(3) Perluasan bahasa khusus kurikulum.
James B. MacDonald (1964) melihat
teori kurikulum dari model sistem. Ada empat sistem dalam persekolahan yaitu
kurikulum, pengajaran (instruction), mengajar (teaching), dan belajar.
Interaksi dari empat sistem ini dapat digambarkan dengan suatu diagram Venn.
Melihat kurikulum sebagai suatu sistem dalam sistem yang lebih besar yaitu
persekolahan dapat memperjelas pemikiran tentang konsep kurikulum. Penggunaan
model sistem juga dapat membantu para ahli teori kurikulum menentukan jenis dan
lingkup konseptualisasi yang diperlukan dalam teori kurikulum.
Broudy, Smith, dan Burnett (1964)
menjelaskan makalah persekolahan dalam suatu skema yang menggambarkan
komponen-komponen dari keseluruhan proses mempengaruhi anak. Beauchamp
merangkumkan perkembangan teori kurikulum antara tahun 1960 sampai dengan 1965.
la mengidentifikasi adanya enam komponen kurikulum sebagai bidang studi, yaitu:
a.
Landasan kurikulum,
b.
Isi kurikulum,
c.
Desain kurikulum,
d.
Rekayasa kurikulum,
e.
Evaluasi dan penelitian,
f.
Pengembangan teori.
Thomas L. Faix (1966) menggunakan
analisis struktural-fungsional yang berasal dari biologi, sosiologi, dan
antropologi untuk menjelaskan konsep kurikulum. Fungsi kurikulum dilukiskan
sebagai proses bagaimana memelihara dan mengembangkan strukturnya. Ada sejumlah
pertanyaan yang diajukan dalam analisis struktural-fungsional ini. Topik dan
subtopik dari pertanyaan ini menunjukkan fenomena-fenomena kurikulum.
Pertanyaan-pertanyaan itu menyangkut:
(1)
Pertanyaan umum tentang fenomena
kurikulum,
(2)
Sistem kurikulum,
(3)
Unit analisis dan unsurunsurnya,
(4)
Struktur sistem kurikulum,
(5)
Fungsi sistem kurikulum,
(6)
Proses kurikulum, dan
(7)
Prosedur analisis
struktural-fungsional.
Alizabeth S. Maccia. (1965) dari
hasil analisisnya menyimpulkan adanya empat teori kurikulum, yaitu:
1.
Teori kurikulum (curriculum theory),
2.
Teori kurikulum-formal (formal-curriculum theory),
3.
Teori kurikulum valuasional (valuational curriculum theory),
4.
Teori kurikulum praksiologi (praxiological curriculum theory).
Teori kurikulum (curriculum Theory atau event theory) merupakan teori yang
menguraikan pemilihan dan pemisahan kejadian/peristiwa kurikulum atau yang
berhubungan dengan kurikulum dan yang bukan. Menurut Maccia, kurikulum
merupakan bagian dari pengajaran, teori kurikulum merupakan subteori
pengajaran. Teori kurikulum formal memusatkan perhatiannya pada struktur isi
kurikulum. Teori kurikulum valuasional mengkaji masalah-masalah pengajaran apa
yang berguna/ berharga bagi keadaan sekarang.
Teori kurikulum praksiologi
merupakan suatu pengkajian tentang proses untuk mencapai tujuan-tujuan
kurikulum. Walaupun mungkin, kita tidak setuju dengan seluruh pendapat Maccia,
tetapi is telah berhasil menunjukkan sejumlah dimensi kurikulum yang cukup
berharga untuk menjelaskan teori kurikulum.
Mauritz Johnson (1967) membedakan
antara kurikulum dengan proses pengembangan kurikulum. Kurikulum merupakan
basil dari sistem pengembangan kurikulum, tetapi sistem pengembangan bukan
kurikulum. Menurut Johnson, kurikulum merupakan seperangkat tujuan belajar yang
terstruktur. Jadi, kurikulum berkenaan dengan tujuan dan bukan dengan kegiatan.
Berdasarkan rumusan kurikulum tersebut, pengalaman belajar anak menjadi bagian
dari pengajaran.
Johnson menganalisis enam unsur kurikulum, yaitu:
1. A curriculum is a structured series
of intended learning out comes.
2. Selection is an essential aspect of
curriculum formulation.
3. Structure is an essential
charactistic of curriculum.
4. Curriculum guide instrcution
5. Curriculum evaluation involeves validation
of both selection and structure.
6. Curriculum is the criterion for
instructional evaluation.
Jack R. Frymier (1967) mengemukakan
tiga unsur dasar kurikulum, yaitu aktor, artifak, dan pelaksanaan. Aktor adalah
orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan kurikulum. Artifak adalah isi dan
rancangan kurikulum. Pelaksanaan adalah proses interaksi antara aktor yang
melibatkan artifak. Studi kurikulum menurut Frymier meliputi tiga langkah:
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Ada beberapa masalah atau isu
substansial dalam pembahasan tentang teori kurikulum, yaitu:
a.
Definisi kurikulum,
b.
Sumber-sumber kebijaksanaan
kurikulum,
c.
Desain kurikulum, rekayasa
kurikulum,
d.
Peranan nilai dalam pengembangan
kurikulum,
e.
Implikasi teori kurikulum.
Semua rumusan teori kurikulum
diawali dengan definisi. Definisi di sini bukan sekadar definisi istilah,
melainkan definisi konsep, isi dan ruang lingkup, serta struktur. Beberapa
pertanyaan umum tentang karakteristik kurikulum sebagai bidang studi yang perlu
didefinisikan umpamanya, apakah kurikulum merupakan suatu konsep dalam sistem
persekolahan? Apakah kurikulum mencakup mengajar dan pengajaran? Sampai sejauh
mana kegiatan belajar siswa menjadi bagian kurikulum? Apakah ruang lingkup
kurikulum sebagai bidang studi? Beberapa pertanyaan yang lebih khusus, yang
lebih berkenaan dengan karakteristik desain kurikulum, umpamanya apakah
kurikulum harus memiliki serangkaian tujuan khusus? Apakah kurikulum perlu
memiliki sejumlah materi untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut? Apakah
kurikulum perlu mengadakan rumusan yang lebih spesifik tentang rencana dan
bahan pengajaran? Apakah perlu ada spesifikasi tentang makna perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum?
3.
Desain dan Rekayasa Kurikulum
Telah diutarakan sebelumnya bahwa
ada dua subteori dari teori kurikulum, yaitu desain kurikulum (curriculum
design) dan rekayasa kurikulum (curriculum engineering).
Desain kurikulum merupakan suatu
pengorganisasian tujuan, isi, serta proses belajar yang akan diikuti siswa pada
berbagai tahap perkembangan pendidikan. Dalam desain kurikulum akan tergambar
unsur-unsur dari kurikulum, hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya,
prinsipprinsip pengorganisasian, serta hal-hal yang diperlukan dalam
pelaksanaannya.
Dalam desain kurikulum, ada dua dimensi penting, yaitu:
(1)
Substansi, unsur-unsur serta
organisasi dari dokumen tertulis kurikulum,
(2)
Model pengorganisasian dan
bagian-bagian kurikulum terutama organisasi dan proses pengajaran.
Menurut Beauchamp, kurikulum mempunyai tiga karakteristik,
yaitu:
(1)
Kurikulum merupakan dokumen
tertulis,
(2)
Berisi garis-garis besar rumusan
tujuan, berdasarkan garis-garis besar tujuan tersebut desain kurikulum disusun,
(3) Isi atau materi ajar, dengan materi
tersebut tujuantujuan kurikulum dapat dicapai.
Ada dua hal yang perlu ditambahkan dalam desain kurikulum:
1.
Ketentuan-ketentuan tentang
bagaimana penggunaan kurikulum, serta bagaimana mengadakan
penyemprunaan-penyempurnaan berdasarkan masukan dari pengalaman.
2.
Kurikulum itu dievaluasi, baik
bentuk desainnya maupun sistem pelaksanaannya.
Rekayasa
kurikulum berkenaan dengan bagaimana proses memfungsikan kurikulum di sekolah,
upaya-upaya yang perlu dilakukan para pengelola kurikulum agar kurikulum dapat
berfungsi sebaik-baiknya. pengelola kurikulum di sekolah terdiri atas para
pengawas/penilik dan kepala sekolah, sedangkan pada tingkat pusat adalah Kepala
Pusat Pengembangan Kurikulum Balitbang Dikbud dan para Kasubdit/Kepala Bagian
Kurikulum di Direktorat.
Dengan
menerima pelimpahan wewenang dari Menteri atau Dirjen, para pejabat pusat
tersebut merancang, mengembangkan, dan mengadakan penyempurnaan kurikulum. Juga
mereka memberi tugas dan tanggung jawab menyusun dan mengembangkan berbagai
bentuk pedoman dan petunjuk pelaksanaan kurikulum. Para pengelola di daerah dan
sekolah berperan melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan kurikulum.
Seluruh sistem rekayasa kurikulum menurut Beauchamp mencakup
lima hal, yaitu:
a. Arena atau lingkup tempat
dilaksanakannya berbagai proses rekayasa kurikulum,
b. Keterlibatan orang-orang dalam
proses kurikulum,
c. Tugas-tugas dan prosedur perencanaan
kurikulum,
d. Tugas-tugas dan prosedur
implementasi kurikulum,
e. Tugas-tugas dan prosedur evaluasi
kurikulum.
Dari semua uraian tentang hal-hal
yang berkaitan dengan teori kurikulum, Beauchamp (hal. 82) mengemukakan lima
prinsip dalam pengembangan teori kurikulum, yaitu:
1. Setiap teori kurikulum harus dimulai
dengan perumusan (definisi) tentang rangkaian kejadian yang dicakupnya.
2. Setiap teori kurikulum harus
mempunyai kejelasan tentang nilai-nilai dan sumber-sumber pangkal tolaknya.
3. Setiap teori kurikulum perlu
menjelaskan karakteristik dari desain kurikulumnya.
4. Setiap teori kurikulum harus
menggambarkan proses-proses penentuan kurikulumnya serta interaksi di antara
proses tersebut.
5. Setiap teori kurikulum hendaknya
menyiapkan diri bagi proses penyempurnaannya.
2.3. Langkah - Langkah Pengembangan
Kurikulum
a. Sumber
Pengembangan Kurikulum
Dari kajian sejarah kurikulum, kita
mengetahui beberapa hat yang menjadi sumber atau landasan inti penyusunan
kurikulum. Pengembangan kurikulum pertama bertolak dari kehidupan dan pekerjaan
orang dewasa. Karena sekolah mempersiapkan anak bag! kehidupan orang dewasa,
kurikulum terutama isi kurikulum diambil dari kehidupan orang dewasa. Para pengembang
kurikulum mendasarkan kurikulumnya atas hasil analisis pekerjaan dan kehidupan
orang dewasa.
Dalam pengembangan selanjutnya,
sumber in! menjadi lugs meliputi semua unsur kebudayaan. Manusia adalah makhluk
yang berbudaya, hidup dalam lingkungan budaya, dan turut menciptakan budaya.
Untuk dapat hidup dalam lingkungan budaya, ia harus mempelajari budaya, maka
budaya menjadi sumber utama isi kurikulum. Budaya ini mencakup semua disiplin
ilmu yang telah ditemukan dan dikembangkan para pakar, nilai-nilai
adat-istiadat, perilaku, benda-benda, dan lain-lain.
Sumber lain penyusunan kurikulum
adalah anak. Dalam pendidikan atau pengajaran, yang belajar adalah anak.
Pendidikan atau pengajaran bukan memberikan sesuatu pada anak, melainkan
menumbuhkan potensipotensi yang telah ada pada anak. Anak menjadi sumber
kegiatan pengajaran, ia menjadi sumber kurikulum. Ada tiga pendekatan terhadap
anak sebagai sumber kurikulum, yaitu kebutuhan siswa, perkembangan siswa, serta
minat siswa. Jadi, ada pengembangan kurikulum bertolak dari kebutuhan-kebutuhan
siswa, tingkat-tingkat perkembangan siswa, serta hal-hal yang diminati siswa.
Beberapa pengembang kurikulum
mendasarkan penentuan kurikulum kepada pengalaman-pengalaman penyusunan
kurikulum yang lalu. Pengalaman pengembangan kurikulum yang lalu menjadi sumber
penyusunan kurikulum kemudian. Hal lain yang menjadi sumber penyusunan
kurikulum adalah nilai-nilai. Beauchamp menegaskan bahwa nilai dapat merupakan
sumber penentuan keputusan yang dinamis.
Pertanyaan pertama yang muncul dalam
kurikulum yang berdasarkan nilai adalah: Apakah yang harus diajarkan di
sekolah? Ini merupakan pertanyaan tentang nilai. Nilai-nilai apakah yang harus
diberikan dalam pelaksanaan kurikulum? Nilai-nilai apa yang digunakan sebagai
kriteria penentuan kurikulum dan pelaksanaan kurikulum.
Terakhir yang menjadi sumber
penentuan kurikulum adalah kekuasaan sosial-politik. Di Amerika Serikat
pemegang kekuasaan sosial-politik yang menentukan kebijaksanaan dalam kurikulum
adalah board of education lokal yang mewakill negara bagian. Di Indonesia,
pemegang kekuasaan sosialpolitik dalam penentuan kurikulum adalah Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan yang dalam pelaksanaannya dilimpahkan kepada Dirjen
Pendidikan Dasar dan Menengah serta Dirjen Pendidikan Tinggi bekerja sama
dengan Balitbangdikbud. pada pendidikan dasar dan menengah, kekuasaan
penyusunan kurikulum sepenuhnya ada pada pusat, sedangkan pada perguruan tinggi
rektor diberi kekuasaan untuk menentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam
penyusunan kurikulum.
b.
Langkah - Langkah Pengembangan
Kurikulum
Pengembangan kurikulum meliputi empat
langkah, yaitu merumuskan tujuan pembelajaran (instructional objective),
menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar (selection of learning experiences),
mengorganisasi pengalaman-pegalaman belajar (organization of learning
experiences), dan mengevaluasi (evaluating).
1.
Merumuskan Tujuan Pembelajaran
(instructional objective)
Terdapat
tiga tahap dalam merumuskan tujuan pembelajaran.
· Tahap yang pertama yang harus
diperhatikan dalam merumuskan tujuan adalah memahami tiga sumber, yaitu siswa
(source of student), masyarakat (source of society), dan konten (source of
content).
· Tahap kedua adalah merumuskan
tentative general objective atau standar kompetensi (SK) dengan memperhatikan
landasan sosiologi (sociology), kemudian di-screen melalui dua landasan lain
dalam pengembangan kurikulum yaitu landasan filsofi pendidikan (philosophy of
learning) dan psikologi belajar (psychology of learning).
· Tahap ketiga adalah merumuskan precise education
atau kompetensi dasar (KD).
2. Merumuskan dan Menyeleksi
Pengalaman-Pengalaman Belajar (selection
of learning experiences)
Dalam merumuskan dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar
dalam pengembangan kurikulum harus memahami definisi pengalaman belajar dan
landasan psikologi belajar (psychology of learning). Pengalaman belajar
merupakan bentuk interaksi yang dialami atau dilakukan oleh siswa yang
dirancang oleh guru untuk memperoleh pengetahuan dan ketrampilan. Pengalaman
belajar yang harus dialami siswa sebagai learning activity menggambarkan
interaksi siswa dengan objek belajar. Belajar berlangsung melalui perilaku
aktif siswa; apa yang ia kerjakan adalah apa yang ia pelajari, bukan apa yang
dilakukan oleh guru. Dalam merancang dan menyeleksi pengalaman-pengalaman
belajar juga memperhatikan psikologi belajar.
3. Mengorganisasi Pengalaman Pengalaman Belajar (organization of learning experiences)
Pengorganisasi atau disain kurikulum diperlukan untuk
memudahkan anak didik untuk belajar. Dalam pengorganisasian kurikulum tidak
lepas dari beberapa hal penting yang mendukung, yakni: tentang teori, konsep,
pandangan tentang pendidikan, perkembangan anak didik, dan kebutuhan masyarakat.
Pengorganisasian kurikulum bertalian erat dengan tujuan pendidikan yang ingin
dicapai. Oleh karena itu kurikulum menentukan apa yang akan dipelajari, kapan
waktu yang tepat untuk mempelajari, keseimbangan bahan pelajaran, dan
keseimbangan antara aspek-aspek pendidikan yang akan disampaikan.
4. Mengevaluasi (evaluating) Kurikulum
Langkah terakhir dalam pengembangan kurikulum adalah
evaluasi. Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan di mana data yang terkumpul
dan dibuat pertimbangan untuk tujuan memperbaiki sistem. Evaluasi yang seksama
adalah sangat esensial dalam pengembangan kurikulum. Evaluasi dirasa sebagai
suatu proses membuat keputusan , sedangkan riset sebagai proses pengumpulan
data sebagai dasar pengambilan keputusan.
Perencana kurikulum menggunakan berbagai tipe evaluasi dan riset. Tipe-tipe evaluasi adalah konteks, input, proses, dan produk. Sedagkan tipe-tipe riset adalah aksi, deskripsi, historikal, dan eksperimental. Di sisi lain perencana kurikulum menggunakan evaluasi formatif (proses atau progres) dan evaluasi sumatif (outcome atau produk).
Perencana kurikulum menggunakan berbagai tipe evaluasi dan riset. Tipe-tipe evaluasi adalah konteks, input, proses, dan produk. Sedagkan tipe-tipe riset adalah aksi, deskripsi, historikal, dan eksperimental. Di sisi lain perencana kurikulum menggunakan evaluasi formatif (proses atau progres) dan evaluasi sumatif (outcome atau produk).
Terdapat dua model evaluasi kurikulum yaitu model Saylor,
Alexander, dan Lewis, dan model CIPP yang didesain oleh Phi Delta Kappa National
Study Committee on Evaluation yang diketuai Daniel L. Stufflebeam.
Menurut model Saylor, Alexander, dan Lewis terdapat lima
komponen kurikulum yang dievaluasi, yaitu tujuan (goals, subgoals, dan objectives), program pendidikan secara
keseluruhan (the program of education as
a totality), segmen khusus dari program pendidikan ( the specific segments of the education program, pembelajaran
(instructional), dan program evaluasi (evaluation
program). Komponen pertama, ketiga, dan keempat mempunyai konttribusi pada
komponen kedua (program pendidikan secara keseluruhan). Pada komponen kelima,
program evaluasi, disarankan sangat perlu untuk mengevaluasi evaluasi program
itu sendiri, sebab hal ini suatu operasi idependen yang mempunyai implikasi
pada proses evaluasi.
Pada model CIPP mengkombinasikan tiga langkah utama dalam
proses evaluasi, yaitu:
· penggambaran (delineating),
· perolehan (obtainin),
· penyediaan (providing);
Tiga kelas perubahan yaitu homeostastis, incrementalisme, dan
neomobilisme; dan empat tipe evaluasi (konteks, input, proses, dan produk);
serta empat tipe keputusan ( planning, structuring, implementing, dan
recycling).
Evaluator
kurikulum yang dipekerjakan oleh sistem sekolah dapat berasal dari dalam maupun
dari luar. Banyak evaluasi kurikulum dibebankan pada guru-guru di mana mereka
bekerja. Dalam mengevaluasi harus memenuhi empat standar evaluasi yaitu:
· utility,
· feasibility,
· propriety,
· accuracy.
Evaluasi kurikulum merupakan titik kulminasi perbaikan dan
pengembangan kurikulum. Evaluasi ditempatkan pada langkah terakhir, evaluasi
mengkonotasikan akhir suatu siklus dan awal dari siklus berikutnya. Perbaikan
pada siklus berikutnya dibuat berdasarkan hasil evaluasi siklus sebelumnya.
Dalam kegiatan mengembangkan suatu kurikulum maka kita
memerlukan prinsip-prinsip yang harus diperhatikan yaitu prinsip:
·
relevansi,
·
efektifitas,
·
efisiensi,
·
kesinambungan
·
fleksibilitas.
Salah satu fungsi pendidikan dan kurikulum bagi masyarakat
adalah menyiapkan peserta didik untuk hidup di kemudian hari. Dikatakan bahwa
bentuk paling sederhana dari kurikulum adalah merupakan himpunan pengalaman,
sistem nilai, pengetahuan, keterampilan dan pola sikap yang ingin dihantarkan
kepada peserta didik dengan harapan bahwa keseluruhan yang dihantarkan tersebut
merupakan bekal para peserta didik dalam mengembangkan diri di dalam masyarakat
dikemudian hari.
Pengembangan kurikulum pada dasarnya
berkisar pada hal-hal yang berkenaan dengan hal-hal berikut :
1. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi yang melaju terlalu cepat.
2. Pendidikan merupakan proses transisi
3. Manusia dalam keadaan terbatas
kemampuannya untuk menerima, menyampaikan dan mengolah informasi.
Atas dasar inilah, maka diperlukan
suatu proses pengembangan kurikulum yang merupakan suatu masalah pemilihan
kurikulum yang penyelesaiannya dapat ditinjau dari berbagai pendekatan antara
lain pendekatan atas dasar keperluan pribadi. Untuk merealisasikannya, maka
diperlukan suatu model pengembangan kurikulum dengan pendekatan yang sesuai.
Ulasan teoritis tentang suatu
konsepsi dasar itu disebut model atau konstruksi. Pengembangan kurikulum model
tersebut merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses kurikulum secara
menyeluruh atau dapat pula ulasan tentang salah satu komponen kurikulum. Ulasan
teoritis tersebut menetapkan titik berat ulasan yang berbeda-beda, ada yang
menitikberatkan pada organisasi kurikulum, ada pula yang menitikberatkan pada
hubungan antar pribadi dalam pengembangan kurikulum.
Banyak model dalam pengembangan
kurikulum yang dapat diterapkan dalam pelaksanaannya. Namun ada hal yang dapat
digunakan sebagai pedoman dalam menetapkan model pengembangan kurikulum yang
mungkin dapat diterapkan. Hal tersebut adalah bahwa penerapan model-model
tersebut sebaiknya didasarkan pada faktor-faktor yang konstan, sehingga ulasan
tentang model-model yang dibahas dapat terungkapkan secara konsisten.
2.4. Kurikulum
KTSP (Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan)
Dalam sejarah kurikulum di
Indonesia, kita mengenal beberapa kurikulum. Pada Masa orde lama, di kenal
kurikulum 1947, 1952 dan 1964. Masa orde baru muncul kurikulum 1975 yang
disempurnakan menjadi Kurikulum CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) dan
disempurnakan lagi menjadi kurikulum 1994. Era reformasi, muncul kurikulum
2004, yang diberi nama kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Selama masa
berlakunya, KBK ini mengalami perubahan pada pola standar isi dan standar
kompetensi sehingga melahirkan kurikulum baru yang diberi nama Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Setiap kurikulum yang pernah dipakai
masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan KTSP dibandingkan
dengan kurikulum pendahulunya adalah bahwa KTSP dapat mendorong terwujudnya
otonomi penyelenggaraan pendidikan oleh Sekolah. Dengan otonomi tersebut,
sekolah bersama dengan komite sekolah dapat secara bersama-sama merumuskan
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi lingkungan sekolah
tersebut. Dalam merumuskan KTSP, sekolah tidak bisa berjalan sendiri tetapi
harus bermitra dengan stakeholder pendidikan, misalnya, dunia industri,
kerajinan, pariwisata, petani, nelayan, organisasi profesi, dan sebagainya agar
kurikulum yang dibuat oleh sekolah benar-benar mampu menjawab dan memenuhi
kebutuhan di daerah di mana sekolah tersebut berada.
KTSP juga dapat mendorong guru dan
kepala sekolah untuk meningkatkan kreativitas mereka dalam penyelenggaraan
program pendidikan. Sekolah dan guru diberi keleluasaan untuk merancang,
mengembangkan, dan mengimplementasikan KTSP tersebut sesuai dengan situasi,
kondisi, dan potensi keunggulan lokal yang bisa dimunculkan oleh sekolah.
Sekolah dan guru dapat dengan leluasa mengembangkan standar yang lebih tinggi
dari standar isi dan standar kompetensi lulusan yang telah ditentukan. KTSP
juga memberikan ruang bagi setiap sekolah untuk lebih menitikberatkan dan
mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan siswa.
Sekolah dan guru memiliki kebebasan yang luar biasa untuk mengembangkan
kompetensi siswanya sesuai dengan lingkungan dan kultur daerahnya.,karena KTSP
tidak mengatur secara rinci kegiatan belajar mengajar di kelas.
Dalam penerapannya, KTSP menemui
banyak kendala seperti masih minimnya kualitas guru dan sekolah. Sebagian besar
guru belum bisa diharapkan memberikan kontribusi pemikiran dan ide-ide kreatif
untuk menjabarkan KTSP tersebut baik di atas kertas maupun di depan kelas.
Selain disebabkan oleh rendahnya kualifikasi, juga disebabkan pola kurikulum
lama yang terlanjur mengekang kreativitas guru. Tidak tersedianya sarana dan
prasarana yang lengkap dan representatif juga merupakan kendala yang banyak
dijumpai di lapangan, banyak satuan pendidikan yang minim alat peraga,
laboratorium serta fasilitas penunjang yang menjadi syarat utama pemberlakuan
KTSP.
Terlepas dari kendala tersebut, pada
masa awal pemberlakuan KTSP cukup membawa angin segar pada sistem pendidikan di
Indonesia. Secara prinsip, KTSP dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi, kerakteristik daerah dan sosial budaya masyarakat setempat. KTSP
dianggap sebagai kurikulum otonom yang berbasis kerakyatan, karena dalam KTSP
dijamin adanya muatan kearifan lokal, guru juga diberikan kesempatan untuk
memaksimalkan segala potensi yang ada dimasing-masing daerah.
KTSP terbukti sangat ideal dalam
tataran konsep tertulis, namun ternyata tidak demikian dalam tataran praktek.
KTSP yang dianggap sebagai kurikulum yang otonomi (desentralisasi), karena
disusun oleh setiap satuan pendidikan, namun pada kenyataannya tetap saja
bersifat sentralisme, yaitu melalui penyeragaman-penyeragaman, standar isi dan
kompetensinya telah ditentukan oleh pusat. Standarisasi kelulusan setiap
peserta didik tetap diukur dengan menggunakan UAN yang nota bene bersifat
nasional. Ini jelas kontradiktif dengan semangat KTSP yang mengakomodir
kearifan lokal sebagai komponen penting pendidikan. Merupakan tindakan tidak
tepat apabila kualitas pendidikan di desa disamakan dengan kualitas pendidikan
di kota.
a.
Landasan
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ketentuan dalam UU
20/2003 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (19); Pasal 18 ayat (1), (2),
(3), (4); Pasal 32 ayat (1), (2), (3); Pasal 35 ayat (2); Pasal 36 ayat (1),
(2), (3), (4); Pasal 37 ayat (1), (2), (3); Pasal 38 ayat (1), (2). Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. Ketentuan di dalam PP 19/2005 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1
ayat (5), (13), (14), (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat (6); Pasal 7
ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8); Pasal 8 ayat (1), (2), (3); Pasal
10 ayat (1), (2), (3); Pasal 11 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 13 ayat (1),
(2), (3), (4); Pasal 14 ayat (1), (2), (3); Pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4),
(5); Pasal 17 ayat (1), (2); Pasal 18 ayat (1), (2), (3); Pasal 20.
Standar Isi SI mencakup lingkup
materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang
dan jenis pendidikan tertentu. Termasuk dalam SI adalah : kerangka dasar dan
struktur kurikulum, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) setiap
mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang pendidikan
dasar dan menengah. SI ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 22 Tahun 2006. Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup
sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagaimana yang ditetapkan dengan
Kepmendiknas No. 23 Tahun 2006.
b.
Tujuan Panduan Penyusunan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini
untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB,
SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan
dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.
c.
Pengertian
Kurikulum adalah seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh
dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan
pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat
satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran
pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar
kompetensi , kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat
belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar
ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator
pencapaian kompetensi untuk penilaian.
Tujuan tertentu ini meliputi tujuan
pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi
daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun
oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan
kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk
menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional.Standar nasional pendidikan
terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan,
sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua
dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan
dalam mengembangkan kurikulum. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional
Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan
menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKL serta
berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain
yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005. Panduan yang disusun
BSNP terdiri atas dua bagian. Pertama, Panduan Umum yang memuat ketentuan umum
pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan dengan
mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan
SKL.Termasuk dalam ketentuan umum adalah penjabaran amanat dalam UU 20/2003 dan
ketentuan PP 19/2005 serta prinsip dan langkah yang harus diacu dalam
pengembangan KTSP. Kedua, model KTSP sebagai salah satu contoh hasil akhir
pengembangan KTSP dengan mengacu pada SI dan SKL dengan berpedoman pada Panduan
Umum yang dikembangkan BSNP. Sebagai model KTSP, tentu tidak dapat
mengakomodasi kebutuhan seluruh daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) dan hendaknya digunakan sebagai referensi.
Panduan pengembangan kurikulum
disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan peserta didik untuk :
·
belajar untuk beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa,
·
belajar untuk memahami dan
menghayati,
·
belajar untuk mampu melaksanakan dan
berbuat secara efektif,
·
belajar untuk hidup bersama dan
berguna untuk orang lain,
·
belajar untuk membangun dan
menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Pada prinsipnya, KTSP merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun pengembangannya diserahkan kepada
sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri. KTSP terdiri dari
tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum
tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP
mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 20 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
Standar isi adalah ruang lingkup
materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan kompetensi
tamatan, kompetensi bahan kajian kompetensi mata pelajaran, dan silabus
pembelajaran yang harus dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis
pendidikan tertentu.
Standar isi merupakan pedoman untuk pengembangan kurikulum
tingkat satuan pendidikan yang memuat:
- kerangka dasar dan struktur kurikulum,
- beban belajar,
- kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan di tingkat satuan pendidikan, dan
- kalender pendidikan.
SKL digunakan sebagai pedoman
penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. SKL
meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran.
Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah
disepakati.
Pemberlakuan KTSP, sebagaimana yang
ditetapkan dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006
tentang Pelaksanaan SI dan SKL, ditetapkan oleh kepala sekolah setelah
memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah. Dengan kata lain, pemberlakuan
KTSP sepenuhnya diserahkan kepada sekolah, dalam arti tidak ada intervensi dari
Dinas Pendidikan atau Departemen Pendidikan Nasional. Penyusunan KTSP selain
melibatkan guru dan karyawan juga melibatkan komite sekolah serta bila perlu
para ahli dari perguruan tinggi setempat. Dengan keterlibatan komite sekolah
dalam penyusunan KTSP maka KTSP yang disusun akan sesuai dengan aspirasi
masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat.
d.
Prinsip-Prinsip Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KTSP dikembangkan sesuai dengan
relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi
dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota
untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan
KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum
yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite
sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan
disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL
serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP .
KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
·
Berpusat pada potensi, perkembangan,
kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
·
Beragam dan terpadu
·
Tanggap terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni
·
Relevan dengan kebutuhan kehidupan
·
Menyeluruh dan berkesinambungan
·
Belajar sepanjang hayat
·
Seimbang antara kepentingan nasional
dan kepentingan daerah
2.5. Langkah
- Langkah Telaah Kurikulum
A. Menelaah Kurikulum Berdasarkan
Landasan Penyusunan Kurikulum
1. Landasan Penyusunan Kurikulum
a. Asas Psikologi
Dalam ensiklopedia Indonesia asas berarti kebenaran atau pendirian, atau yang
dijadikan pokok suatu keterangan. Asas psikologi berarti kegiatan yang mengacu
pada hal-hal yang bersifat psikologi. Havighurs mengemukakan,
bahwa kebutuhan anak tergantung pad fase-fase perkembangan. Piaget berpendapat
bahwa perkembangan anak untuk tiap-tiap tahap mempunyai perkembangan yang
berbeda-beda. Spranger mengungkapkan bahwa jiwa terbagi menjadi dua, yaitu jiwa
yang bersifat subjektif dan jiwa yang bersifat objektif. Jiwa objektif
terpampang pada fenomena kebudayaan, agama, dan seni. Berbagai aspek lapangan
hidup tersebut perlu mendapat perhatian bagi para pengembang kurikulum untuk
dijadikan pertimbangan isi berbagai bahan ajar.
b. Asas Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki berbagai gejala social
hubungan antara individu dengan individu, antar golongan, lembaga social yang
disebut juga ilmu masyarakat. Di dalam kehidupan sehari-hari anak selalu
bergaul dengan lingkungan atau dunia sekitar. Dunia sekitar merupakan
lingkungan hidup bagi manusia. Pada dasarnya dunia sekitar manusia dapat
digolongkan menjadi tiga bagian besar yaitu.
1.
Dunia alam kodrat
Dunia
alam kodrat yaitu segala sesuatu di luar diri manusia yang bukan buatan
manusia, misalnya gunung, lautan, cuaca, sungai, hutan lebat dan sebagainya.
Pengaruh dunia ini terhadap manusia sangat kuat, sebab masuknya secara wajar.
Untuk mengubah dan menjinakkan pengaruh tersebut manusia berusaha dengan
menggunakan jasa ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam penyusunan isi bahan
pelajaran alam kodrat banyak memberi inspirasi untuk dipelajarinya. Kurikulum
hendaknya dapat merangsang para yang bersangkutan untuk berusaha menguak dan menggunakan
isi serta pengaruh alam kodrat untuk kesejahteraan manusia. Misalnya
menggunakan sinar mata hari, gelombang laut, gas alam untuk membangkitkan
tenaga listrik, memanfaatkan air sungai menjadi irigasi, memanfaatkan kekayaan
dalam bumi menjadi bahan-bahan tambang yang berharga dan sebagainya. Dengan
demikian penyusunan kurikulum hendaknya berusaha untuk memasukkan
problem-problem yang berupa gejala-gejala dalam alam kodrat pada lembaga
pendidikan yang sesuai, dimulai dari gejala yang paling sederhana sampai dengan
yang sangat kompleks dengan cara pendekatan secara langsung mulai dari
observasi, survey sampai dengan penelitian yang serius dengan didasari
pengalaman dan teori-teori yang mendukung sehingga dapat diarahkan kebutuhan
masyarakat laus.
2.
Dunia sekitar benda-benda buatan
manusia
Dunia
sekitar benda-benda buatan manusia ini dapat dibuat oleh manusia untuk
keperluan pemuasan kebutuhan manusia, yang dapat berupa yang paling sederhana
sampai yang sangat kompleks. Misalnya meja, kursi, alat makan sampai dengan
alat-alat elektronik (mulai dari alat-alat pijat, telpon, radioa, sinar X,
radar, TV, computer, internet sampai alat-alat ruang angkasa) dan sebagainya.
Dengan demikian atas dasar landasan ilmu pengetahuan dan diolah dengan
keterampilan baik pisik maupun psikis akan melahirkan teknologi yang canggih,
perlu diajarkan pada lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai, agar dapat
menghasilkan segala sesuatu yang menjadi sarana/prasarana pada masyarakat.
3.
Dunia sekitar manusia
Dunia
sekitar manusia ini merupakan dunia sekitar yang paling kompleks, selalu
berubah dan dinamis. Interaksi antara individu yang satu dengan yang lain
terjadi saling aktif. Oleh karena itu agar interaksi dapat berjalan dengan
tertib diadakan norma-norma, baik yang tertulis maupun tidak tertulis (adat
istiadat). Dalam pergaulan inilah masing-masing individu saling mendewasakan
diri, di mana yang satu dengan yang lain saling to take and to give. Lajunya
jumlah penduduk, terutama pada Negara berkembang akan menimbulkan
berbagai model sekolah. Misalnya: Sekolah Dasar Pamong, SMP Terbuka,
Universitas Terbuka, dan berbagai sekolah aktif seperti: Sekolah Aktif,
Sekolah Kerja oleh John Dewey (USA), Metode Aktif oleh Ovide Decroly (Belgia),
CBSA, dan sebagainya.
c.
Asas IPTEKS
Ilmu pengetahuan dan teknologi satu sama lain tidak dapat
dipisahkan sebab ilmu pengetahuan. Kadang-kadang suatu karya penemuan yang
sekarang telah berkembang menjadi canggih, mula-mula hanya ditemukan secara
kebetulan bahkan secara trial and erroro . Misalnya penemuan mesin uap
oleh James Watt. Dahulu kala nenek moyang kita kalau mau mengangkat kayu dari
hutan ke rumah mula-mula dengan cara dipanggul, ternyata dirasa terlalu berat,
kemudian timbul pemikiran dengan cara ditarik, kemudian timbul pemikiran lebih
lanjut kayu tersebut diganjal dengan kayu penggamnjal di bawahnya. Akhirnya
lahirlah roda dengan asnya yang sekarang dapat merubah wajah dunia, lahirlah
berbagai kemajuan transportasi industry-industri pertambangan, pertanian,
pertahanan dan sebagainya.
Jadi
karya yang dihasilkan oleh cipta, rasa, dan karsa oleh seseorang akan
menghasilkan kreativitas atau teori, sedang kalau yang berkatya tersebut
raganya akan menghasilkan sautu keprigelan atau keterampilan. Kalau kekreatifan
tersebut bertemu dengan keterampilan, hasilnya adalah jasa teknologi. Dengan
demikian sudah selayaknyalah kalau para penyusun kurikulum terutama dalam
pemasukkan bahan ajar hendaknya bersifat dinamis dan fleksibel terhadap
perkembangan teknologi.
d. Asas Filsafat
Asas filosofis dalam penyusunan kurikulum, berarti bahwa
dalam penysunan kurikulum hendaknya berdasar dan terarah pada filsafat bangsa
yang dianut. Filsafat atau falsafat berasal dari bahasa Yunani philoshopis,
philo, philein yang berate cinta, pecinta, mencintai, sedang Sophia berarti
kebijaksanaan, wisdom, kearifan, hikmat, hakikat kebenaran. Ada berbagai
pengertian filsafat, yaitu sebagai berikut.
1.
Filsafat dalam arti proses atau
produk
2.
Filsafat sebagai ilmu atau pandangan
hidup
3.
Filsafat dalam arti teori atau
praktis
Dalam hal ini prinsip-prinsip ajaran filsafat yang dianut
oleh suatu bangsa seperti Pancasila, kapitalism, sosialism, fasism, komunism,
dan sebagainya dapat digolongkan sebagai falsafah dalam arti produk/sebagai
pandangan hidup dan falsafah dalam arti praktis.
Sistem nilai inilah yang akan menjiwai untuk semua kegiatan
yang akan dilakukan tiap-tiap individu. Seorang yang mengikuti faham
demokratis. Ia tunduk terhadap suara terbanyak, menghargai perbedaan pendapat,
menghargai hak-hak asasi manusia, mempersilakan terlebih dahulu buat yang punya
hak dan sebagainya.
Pandangan hidup bangsa Indonesia adalah Pancasila. Dengan
sendirinya segala kegiatan yang dilakukan baik oleh berbagai lembaga maupun
oleh perorangan, harapannya tidak boleh bertentangan dengan asas Pancasila,
termasuk dalam kegiatan penyusunan kurikulum.
Ada
empat aliran utama dalam filsafat (Nasution, 1989) yaitu Idealisme, Realisme,
Pragmatisme, dan Eksistensialisme
1.
Aliran Idealisme
Tujuan
hidup pada aliran ini adalah mencari kebenaran metapisik spiritual melalui
inkuiri yang cermat, dengan cara mempelajari berbagai macam buku dari
penulis-penulis ulung yang telah menemukan kebenarannya.
2.
Aliran Realisme
Tujuan
hidup pada aliran ini adalah untuk memperoleh dan meningkatkan pemahaman
manusia tentang jagad raya melalui penelitian ilmiah, karena kebenaran hanya
ditemukan melalui percobaan-percobaan untuk menemukan hokum-hukum alam.
4.
Aliran Pragmatisme
Tujuan
hidup menurut aliran ini adalah untuk mencari kebenaran sosial yang
menguntungkan bagi umat manusia dengan lingkungannya dengan menerapkan prinsip
falsafah sosial yang humanistic melalui trial anf error. Kebenaran dipandang
sesuatu yang memperbaiki hidup umat manusia, karenanya menaruh pehatian
terhadap masalah-masalah social yang kritis yang mengancam kesejahteraan
manusia.
5.
Aliran Eksistensialisme
Tujuan
hidup menurut aliran ini adalah untuk menyempurnakan diri sesuai norma yang
dipilih sendiri secara bebas dapat merealisasikan diri. Bagiamanakah kenyataan
secara perorangan jarang seseorang untuk mengikuti secara konsekwen untuk
satu aliran saja. Biasanya seseoraang bertindak sebagai berikut: dalam
menyakini agama yang dianutnya ia berpegang pada paham idealism, dalam kehidupan
bermasyarakat ia mengikuti faham pragmatism, sedang dalam usaha mengembangkan
diri ia mengikuti faham ekstensialisme.
Bagaimana dengan Filsafat Hidup Pancasila? Pancasila seperti
tercantum dalam pembukaan Undang –Undang dasar 1945 merupakan kesatuan yang
bulat dari kelima sila, yang Ketuhanan Yang maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan pewakilan, Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Filsafat pendidikan Pancasila adalah Pancasila. Pendidikan
nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945. Tujuan pendidikan
adalah sesuatu yang dicita-citakan yang akan makan waktu jangka panjang.
2. Menelaah Kurikulum Berdasarkan Landasan
Penyusunnya
A. KBK
KBK merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang
kompetensi dan hasil belajar, serta pemberdayaan sumber daya pendidikan.
Batasan tersebut menyiratkan bahwa KBK dikembangkan dengan tujuan agar peserta
didik memperoleh kompetensi dan kecerdasan yang mumpuni dalam membangun
identitas budaya dan bangsanya. Dalam arti, melalui penerapan KBK tamatan
diharapkan memiliki kompetensi atau kemampuan akedemik yang baik, keterampilan
untuk menunjang hidup yang memadai, pengembangan moral yang terpuji,
pembentukan karakteryang kuat, kebiasaan hidupyang sehat, semangat bekerja sama
yang kompak, dan apresiasi estetika yang tinggi terhadap dunia sekitar.
Berbagai kompetensi tersebut harus berkembang secara harmonis dan berimbang. Berdasarkan pengertian kompetensi di atas, kurikulum
berbasis kompetensi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang
menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas
dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh
peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK
diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap,
dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran,
ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab. KBK memfokuskan pada
pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu peserta didik. Oleh karena itu
kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran
yang dinyatakan sedemikian rupa, sehingga pencapaiannya dapat diamati dalam
bentuk prilaku atau ketrampilan peserta didik sesuai criteria keberhasilan.
a.
Landasan Filsafat
Struktur
keilmuan dan perkembangan psikologis siswa. Sehingga berdasar pada kompetensi
lulusannya
b. Dasar Hukum atau Yuridis
· Evaluasi Kurikulum 1994
· UUD 1945, GBHN, UU No. 22 tahun 1999
· PP No. 25 tahun 2000
· UU No. 20 tahun 2003
c. Prinsip KBK
Menyadari
bahwa pengembangan kurikulum merupakan proses yang dinamis, maka penyusunan dan
pelaksanaan KBK didasarkan pada sembilan prinsip, yaitu:
1.
keimanan, nilai, dan budi pekerti
luhur;
2.
penguatan integritas nasional;
3.
keseimbangan antara etika, logika,
estetika, dan kinestika;
4.
kesamaan memperoleh kesempatan;
5.
abad pengetahuan dan teknologi
informasi;
6.
pengembangan kecakapan hidup (life
skill);
7.
belajar sepanjang hayat;
8.
berpusat pada anak dengan penilaian
yang berkelanjutan dan komprehensif;
9.
pendekatan menyeluruh dan kemitraan.
Prinsip-prinsip tersebut dikembangkan dan diterapkan dalam
rangka melayani dan membantu siswa mengembangkan dirinya secara optimal, baik
dalam kaitannya dengan tuntutan studi lanjut, memasuki dunia kerja, maupun
belajar sepanjang hayat secara mandiri dalam masyarakat.
d. Karakteristik KBK
Depdiknas (2002) mengemukakan hahwa kurikulum berbasis
kompetensi memiliki karakristik sebagai berikut:
· Menekankan pada
ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
· Berorientasi
pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
· Penyampaian
dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
· Sumbcr belajar
bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur
edukatif.
· Penilaian
menekanhan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan suatu
pencapaian suatu kompetensi.
B. KTSP
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum
operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan.
Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan
berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
KTSP disusun dan dikembangkan sebagai berikut: (1)
Pengembangan kurikulum mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk
mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional; (2) Kurikulum pada semua jenjang dan
jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
Berdasarkan pengertian tersebut, perbedaan esensial antara
KBK dan KTSP tidak ada. Keduanya sama-sama seperangkat rencana pendidikan yang
berorientasi pada kompetensi dan hasil belajar peserta didik. Perbedaannya
menurut Masnur menampak
pada teknis pelaksanaan. Jika KBK disusun oleh pemerintah pusat, dalam hal ini
Depdiknas (c.q. Puskur), maka KTSP disusun oleh tingkat satuan pendidikan
masing-masing, dalam hal ini sekolah yang bersangkutan, walaupun masih tetap
mengacu pada rambu-rambu nasional Panduan Penyusunan KTSP yang disusun oleh
badan independen yang disebut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut:
· KTSP dikembangkan sesuai dengan
kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, serta sosial
budaya masyarakat setempat dan peserta didik.
· Sekolah dan komite sekolah
mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan
kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi
dinas pendidikan kabupaten/kota, dan departemen agama yang bertanggungjawab di
bidang pendidikan.
· Kurikulum tingkat satuan pendidikan
untuk setiap program studi di perguruan tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh
masing-masing perguruan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
a.
Landasan Filsafat
Struktur
keilmuan dan perkembangan psikologis siswa. Sehingga berdasar pada kompetensi
lulusannya
b. Landasan Yuridis atau Hukum
Sedangkan
KTSP dilandasi oleh undang-undang dan peraturan pemerintah sebagai berikut:
· Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
· Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan
· Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
· Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Lulusan.
· Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan
permendiknas no. 22 dan 23.
c. Prinsip KTSP
a. berpusat pada potensi, perkembangan,
kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya;
b. beragam dan terpadu;
c. tanggap terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni;
d. relevan dengan kebutuhan kehidupan;
e. menyeluruh dan berkesinambungan;
f. belajar sepanjang hayat;
g.
seimbang antara kepentingan nasional
dan kepentingan daerah.
C. Kurikulum 1994
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses
pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori
belajar mengajar dengan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini
terjadi karena berkesesuaian suasan pendidikan di LPTK (lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar
mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah
satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi
(isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa
selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi
pelajaran yang cukup banyak.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984
dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran,
yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem
caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan
dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup
banyak. Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di
antaranya sebagai berikut. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem
caturwulan Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup
padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan
satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini
bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan
pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat
sekitar. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi
yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan
sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang
mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari
satu jawaban), dan penyelidikan. Dalam pengajaran suatu mata pelajaran
hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan
berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran
yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan
keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari
hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang
komplek. Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan
untuk pemantapan pemahaman siswa. Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul
beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada
pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut.
Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya
materi/substansi setiap mata pelajaran.
Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang
relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena
kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari. Permasalahan di atas
terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para
pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya
penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994. Penyempurnaan
tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan
kurikulum, yaitu Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya
menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi
yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi
siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya. Penyempurnaan
kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan
kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek
terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana
termasuk buku pelajaran. Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam
mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana
prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah. Penyempurnaan kurikulum
1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu tahap
penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.
Landasan Filsafat Kurikulum 1994 ini adalah Struktur
keilmuan yang menghasilkan isi mata pelajaran “daya serap kurikulum”.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kurikulum adalah suatu rencana yang
disusun untuk melancarkan proses berlajar mengajar di bawah bimbingan dan
tanggunga jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.
Kurikulum merupakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan
sekolah, jadi selain kegiatan kulikuler yang formal juga kegiatan yang tak
formal. (Nasution, 2008:5)
Fungsi kurikulum dalam proses
apendidikan, yakni merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, maka hal
ini berarti, sebagai alat pendidikan kurikulum mempunyai komponen-komponen
penunjang yang saling mendukung satu sama lainnya. Lima komponen kurikulum
yaitu:
1.
Tujuan,
2.
Isi dan struktur program,
3.
Organisasi dan strategi,
4.
Sarana
5.
Evaluasi.
Teori kurikulum adalah suatu
perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah, makna
tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum,
karena adanya petunjuk perkembangan/penggunaan dan evaluasi kurikulum.
Ada tiga konsep tentang kurikulum, kurikulum sebagai
substansi, sebagai sistem, dan sebagai bidang studi.
Ulasan teoritis tentang suatu
konsepsi dasar itu disebut model atau konstruksi. Pengembangan kurikulum model
tersebut merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses kurikulum secara
menyeluruh atau dapat pula ulasan tentang salah satu komponen kurikulum.
Model-model pengembangan kurikulum
tersebut diantaranya adalah :
1. The Administrative Model
2. The Grass-Roots Model
3. The Demonstration Model
4. Beauchamp’s Model
5. Taba’s Inverted Model
6. Roger’s Interpersonal Relations
Model
7. The Systematic Action-Research Model
8. Emerging Technical Models
a. The Behavioral Analysis Model
b. The System Analysis Model
c. The
Computer-Based Model
KTSP adalah kurikulum operasional
yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP
terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan
kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Silabus
adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema
tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi
pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu,
dan sumber/bahan/alat belajar.
DAFTAR
PUSTAKA
Abbatt. 1998. Pengajaran yang Efektif. Jakarta: IKAPI.
Ali, Mohammad. 2003. Pendidikan untuk Pembangunan Nasional.
Bandumg: Grasindo.
Hasan,
Said Hamid. 2005. Ilmu dan Aplikasi
Pendidikan. Bandung: Imperial Bhakti Utama.
Prayitno. 2002. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Bandung: Grasindo.
Sukmadinata,
Nana Saodih. 2007. Pengembangan
Kurikulum, Teori dan Praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.