MAKALAH
WAHYU DAN NUZULUL
QUR’AN
Makalah ini disusun
untuk memenuhi salah satu Tugas mata kuliah Ulumul Qur’an
Oleh :
ASEP SUMARDI, A.Ma
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
(STAI)
YAMISA SOREANG BANDUNG
TAHUN 2013
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Penyusunan tugas ini bertujuan untuk memenuhi tugas dan
kewajiban kami sebagai mahasiswa serta agar mahasiswa yang lain dapat melakukan
kegiatan seperti yang kami lakukan. Dalam tugas ini kami akan membahas mengenai
“Wahyu dan Nuzulul Qur’an”. Dengan ini kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah mendukung kami terutama kepada
dosen mata kuliah Ulumul Qur’an selaku pembimbing kami.
Tiada gading yang tak retak, demikian
pepatah mengatakan. Kami sadari tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga kami dapat memperbaiki
kesalahan kami.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih.
Semoga tugas ini bermanfaat dan berguna bagi kita semua.
Penyusun,
DAFTAR ISI
Kata Pengantar . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . i
Daftar Isi. . . . .. . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii
BAB I.
Pendahuluan
Latar
Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. .. . . . . . 1
Tujuan.
. . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . .
. . .. . . . 1
Rumusan
Masalah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . 2
BAB II.
Pembahasan
Pengertian
Al-Qur’an. . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
. . 3
Nama-Nama
Al-Qur’an . . . . . . . . . . . . . . . . ,,. . . . . . . . .. . . . . . . . . 5
Pengertian
Wahyu. . . . . . . . . . . . . ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . 5
Cara
Wahyu diturunkan kepada Malaikat. . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . 7
Cara
Wahyu diturunkan kepada Rasul. . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . 9
Macam-Macam
Wahyu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 10
Keraguan Orang yang
ingkar terhadap Wahyu . . . . . .. . . . . . . . . . . 11
BAB III.
Penutup
Kesimpulan.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . .. 13
DAFTAR
PUSTAKA. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. .. . . . .. 15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Al-Qur’an, Wahyu dan Nuzulul Qur’an adalah merupakan tiga kata yang
tidak bisa dilepaspisahkan antara satu sama yang lain sebab Al-Qur’an itu
sendiri adalah merupakan wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT
kepada NabiNya Muhammad SAW. Sedangkan wahyu adalah
merupakan Kalamullah yang diturunkan kepada NabiNya sesuai dengan kebutuhan.
Wahyu yang adalah merupakan Kalamullah itu diturunkan secara berangsur-angsur
kepada NabiNya melalui perantaraan Malaikat Jibril alaihissalam.
Oleh karena itulah maka kata Al-Qur’an, Wahyu dan Nuzulul Qur’an
adalah merupakan tiga kata yang saling berkaitan erat antara satu sama yang
lainnya dan di antara ketiganya tidak dapat dilepaspisahkan, namun tetap dapat
dibedakan satu persatunya. Untuk mengenal lebih jauh ketiga hal tersebut dapat
diikuti dalam uraian berikut ini.
1.2.
Tujuan
1. Menjelaskan tentang Wahyu dan
Nuzulul Qur’an;
2. Menjelaskan pengertian Wahyu dan
Nuzulul Qur’an;
3. Menjelaskan langkah - langkah nama-nama
Al-qur’an;
4. Menjelaskan tentang cara
diturukannya Wahyu;
5. Menjelaskan macam-macam Wahyu.
1.3.
Rumusan Masalah
1.
Apa ta’rif dan definisi Wahyu
dan Nuzulul Qur’an ?
2.
Bagaimana cara Wahyu diturunkan
?
3.
Bagaimana hikmah Wahyu diturunkan
secara berangsur-angsur ?
4.
Siapa yang menerima Wahyu ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Al-Qur’an
Al-Qur’an menurut bahasa adalah bacaan atau yang dibaca. Al-Qur’an
adalah “mashdar” yang diartikan dengan isim maf’ul, yaitu maqru’ (yang dibaca).
Pengertian secara bahasa ini tidak disepakati sepenuhnya oleh para Ulama sebab
sebagian ulama menyatakan bahwa Al-Qur’an bukanlah timbul dari kata-kata
apapun, melainkan dia adalah nama khusus bagi “Kalamullah yang diturunkan kepada
NabiNya Muhammad SAW sebagaimana halnya nama yang
diberikanNya untuk kitab suci : Taurat, Zabur dan Injil”. Bila dibaca “Qur’an”
(tanpa al di depannya) memang berarti nama bagi segala yang dibaca. Sedangkan
‘Al-Qur’an” hanyalah tertuju kepada firman Allah yang diturunkan dalam bahasa
arab itu.
Al-Qur’an menurut istilah, banyak sekali dikemukakan oleh para
Ulama, dimana antara satu sama yang lain saling berbeda, namun tetap ada unsur
persamaannya. Pengertian Al-Qur’an secara istilah tersebut antara lain adalah :
1.
Al-Qur’an adalah Kalamullah
(Firman Allah) yang mengandung mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul
terakhir, dengan perantaraan Al-Amin Jibril as. yang tertulis dalam mushaf,
yang disampaikan kepada kita secara mutawatir, yang dianggap sebagai ibadah
membacanya, yang dimulai dengan Surat Al-Fatihah dan ditutup dengan Surat
An-Nas.
2.
Adapula yang mendefinisikan
sebagaimana disebutkan dalam kitab Muzakkiratut Tauhid wal Firaq bahwa
Al-Qur’an adalah lafal berbahas arab yang diturunkan kepada pemimpin kita
Muhammad SAW yang disampaikan kepada kita secara
mutawatir, yang dianggap sebagai ibadah membacanya, yang menentang setiap orang
(untuk menyusun walaupun) dengan (membuat) surat yang terpendek daripadanya,
yang dimulai dengan Surat Al-Fatihah dan ditutup dengan Surat An Nas.
3.
Definisi lain menyebutkan bahwa
Al-Qur’an adalah perkataan yang mengandung mukjizat yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang tertulis dalam mushhaf, yang
disampaikan dengan mutawatir, yang dianggap sebagai ibadah membacanya.
Dari ketiga definis tersebut dapatlah diperoleh kesimpulan bahwa
unsur-unsur untuk menentukan apakah sesuatu itu disebut Al-Qur’an atau bukan
dapat dilihat sebagai berikut :
1.
Al-Qur’an itu haruslah firman
Allah.
2.
Al-Qur’an itu haruslah
berbahasa arab, apabila tidak ditulis dan dilafalkan dengan bahasa arab maka itu
bukanlah disebut Al-Qur’an.
3.
Al-Qur’an adalah wahyu Allah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai rasul
terakhir dan yang dibawa oleh Malaikat Jibril.
4.
Al-Qur’an itu haruslah diterima
dari orang banyak kepada orang banyak (mutawatir).
5.
Al-Qur’an itu haruslah yang
tertulis dalam mushaf (Usmany), selain dari itu tidak disebut Al-Qur’an.
6.
Al-Qur’an haruslah bersifat
memberikan tantangan kepada siapapun yang berkeinginan hendak menandinginya.
Artinya Al-Qur’an itu adalah tahan uji, tak dimungkinkan bisa ditandingi, dan
tak mungkin terkalahkan.
7.
Al-Qur’an dimulai dengan Surat
Al-Fatihah dan ditutup dengan Surat An Nas.
8.
Al-Qur’an itu adalah berpahala
bagi yang membacanya, bukan seperti bacaan-bacaan yang lainnya.
2.2.
Nama-Nama Al-Qur’an
Al-Qur’an sebagaimana dimaksud di atas memiliki nama-nama yang bukan
hanya Al-Qur’an saja, tetapi memiliki nama-nama lainnya, hanya saja nama yang
paling populer adalah Al-Qur’an. Nama-nama lainnya tersebut secara rinci
dijelaskan oleh As Suyuti dalam Kitab Al-Itqannya yang terkenal sebanyak lima
puluh nama, yaitu Al-Kitab, Al-Mubin, Al-Karim, Al-Kalam, An-Nur, Al-Huda,
Ar-Rahmah, Al-Furqan, Asy-Syifa’, Al-Mau’idzah, Az-Zikir, Al-Mubarak, Al-Aliy,
Al-Hakim, Al-Hikmah, Al-Muhaimin, Al-Mushaddiq, Al-Habl, Ash-Shirotol Mustaqim,
Al-Qoyyim, Al-Qaul, Al-Fashl, An-Naba’ul Adzim, Ahsanul Hadits, Al-Matsany,
Al-Mutaqabil, At-Tanzil, Ar-Ruh, Al-Wahyu, Al-Arabiyyu, Al-Bashair, Al-Bayan,
Al-Ilmu, Al-Haqqu, Al-Hadi, Al-Ajab, At-Tadzkirah, Al-Urwatul Wutsqa,
Ash-Shidiq, Al-Adl, Al-Munadi Yunadi Lil Iman, Al-Busyraa, Al-Majiid,
Az-Zabuur, Al-Basyiir, An Nadziir, Al-Aziiz, Al-Balaagh, Ahsanul Qashash, dan
Shuhufun Mukarromah.
Nama-nama tersebut sebahagian daripadanya diambil dari nama-nama
Allah SWT yang terambil dalam Asma’ul Husna. Penamaan
Al-Qur’an dengan nama-nama ini juga menggambarkan sebahagian dari sifat-sifat
yang dimiliki oleh Al-Qur’an. Dengan demikian maka pemberian nama-nama tersebut
adalah memiliki alasan-alasan yang terpikirkan dan dapat dipertanggungjawabkan.
2.3.
Pengertian Wahyu
Pengertian “Al-Wahyu” dari segi bahasa adalah mashdar dari kata
kerja : Wahaa – Yahii – Wahyan. Ada beberapa arti dari kata Al-Wahyu, yakni
memberi isyarat, mengirim utusan, berbisik-bisik, berbicara pada tempat
tersembunyi yang tidak diketahui orang lain, mencampakkan ilham ke dalam hati,
menuliskan, menyembelih dengan cepat atau buru-buru.
Menurut penelitian para ahli, ada 70 kali kata-kata Al-Wahyu itu disebut dalam Al-Qur’an. Dari beberapa ayat diperoleh makna dari Al-Wahyu itu, sebagai berikut :
Menurut penelitian para ahli, ada 70 kali kata-kata Al-Wahyu itu disebut dalam Al-Qur’an. Dari beberapa ayat diperoleh makna dari Al-Wahyu itu, sebagai berikut :
1.
Al-Wahyu berarti ilham sebagai
bawaan dasar manusia seperti wahyu terhadap ibu Nabi Musa, sebagaimana tertuang
dalam Surat Al-Qashsash (28) : 7.
2.
Al-Wahyu berarti ilham yang
berupa naluri pada binatang seperti wahyu kepada lebah, sebagaimana tertuang
dalam Surat An-Nahl (16) : 68.
3.
Al-Wahyu berarti Isyarat yang
cepat melalui rumus dan kode seperti isyarat Zakaria yang diceritakan Al-Qur’an
pada Surat Maryam (19) : 11.
4.
Al-Wahyu berarti bisikan dan
tipu daya setan untuk menjadikan yang buruk kelihatan indah dalam diri manusia,
sebagaimana pada Surat Al-An’am 21) : 121.
5.
Al-Wahyu berarti apa yang
disampaikan Allah kepada Malaikatnya berupa sesuatu perintah untuk dikerjakan,
sebagaimana pada Surat Al-Anfal (8) : 12.
Dari segi istilah wahyu adalah nama sesuatu yang disampaikan dengan
cara cepat dari Allah ke dalam dada nabi-nabiNya, atau dengan cara mengutus
sebagaimana dipergunakan juga untuk lafal Al-Qur’an dengan mengutus Jibril.
Manna’ Khalil Al-Qattan mengatakan bahwa, pengertian Al-Wahyu secara syara’
adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada seorang Nabi.
Muhammad Abduh mendifinisikan wahyu di dalam kitab Risalatut Tauhid sebagai, “Pengetahuan yang didapati seseorang dari dalam dirinya dengan disertai keyakinan pengetahuan itu datang dari Allah, baik dengan melalui perantara ataupun tidak; yang pertama melalui suara yang terjelma dalam telinganya atau tanpa suara sama sekali. Beda antara wahyu dengan ilham adalah bahwa ilham itu intuisi yang diyakini jiwa sehingga terdorong untuk mengikuti apa yang diminta, tanpa mengetahui darimana datangnya. Hal seperti ini serupa dengan perasaan lapar, haus, sedih dan senang”.
Muhammad Abduh mendifinisikan wahyu di dalam kitab Risalatut Tauhid sebagai, “Pengetahuan yang didapati seseorang dari dalam dirinya dengan disertai keyakinan pengetahuan itu datang dari Allah, baik dengan melalui perantara ataupun tidak; yang pertama melalui suara yang terjelma dalam telinganya atau tanpa suara sama sekali. Beda antara wahyu dengan ilham adalah bahwa ilham itu intuisi yang diyakini jiwa sehingga terdorong untuk mengikuti apa yang diminta, tanpa mengetahui darimana datangnya. Hal seperti ini serupa dengan perasaan lapar, haus, sedih dan senang”.
Untuk memudahkan pemahaman perbedaan antara wahyu dan yang bukan
wahyu, dapatlah disebutkan unsur-unsur yang merupakan ciri khas dari wahyu,
yaitu :
1.
Wahyu merupakan kalam Allah
yang diturunkan kepada orang yang diangkat sebagai Nabi/RasulNya secara sah.
2.
Di antara wahyu, ada yang
disampaikan oleh Allah melalui Malaikat Jibril alaihissalam.
3.
Wahyu turun tidak didahului
dengan ikhtiar manusiawi untuk mendapatkannya.
Apabila ketiga ciri ini tidak dapat dipenuhi maka hal tersebut dapat
dipastikan bahwa hal itu bukanlah wahyu.
2.4.
Cara Wahyu Turun
Kepada Malaikat
Al-Qur’an sebagaimana disebutkan dalam Surat Al-Buruj (85) : 21-22
disebutkan bahwa Al-Qur’an itu sebelum dibawa oleh Malikat Jibril kepada Nabi
Muhammad SAW, ia tersimpan dengan rapi di Lauh Mahfuzh.
Yang menjadi persoalan adalah bagaimana Al-Qur’an itu turun dari Lauh Mahfuzh
melalui Jibril as. Mengenai hal ini dapat dibagi kepada tiga hal, sebagai
berikut :
1.
Al-Qur’an turun sekaligus dari
Lauh Mahfuzh ke langit dunia pada malam Qadar, kemudian secara berangsur-angsur
oleh Jibril kepada Nabi Muhammad SAW selama 23 tahun
atau 25 tahun atau 20 tahun. Perbedaan masa lamanya ini timbul bersumber dari
penetapan berapa lamanya Nabi bermukim di Makkah setelah diangkat jadi Rasul.
2.
Al-Qur’an turun dari Lauh
Mahfizh ke langit dunia setiap malam Qadar, kemudian secara berangsur-angsur
diturunkan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW
selama kurun waktu 20 tahun atau 23 tahun dan atau 25 tahun.
3.
Al-Qur’an turun ke langit dunia
sekaligus, sedangkan turunnya kepada Nabi Muhammad SAW
secara berangsur-angsur dalam kurun waktu tersebut di atas.
Yang menjadi persoalan lagi adalah bagaimana Al-Qur’an yang
merupakan Kalamullah itu turun kepada Malaikat Jibril. Dalam hal ini para ulama
juga berbeda pendapat yang terbagi kepada tiga hal sebagai berikut :
1.
Bahwa Jibril menerimanya secara
pendengaran dari Allah dengan Lafalnya yang khusus.
2.
Bahwa Jibril menghafalnya dari
Lauh Mahfuzh.
3.
Bahwa maknanya disampaikan
kepada Jibril, sedangkan lafalnya adalah lafal Jibril, atau lafal Muhammad SAW.
Adapun hikmah dari diturunkannya Al-Qur’an sekaligus dari Lauh
Mahfuzh ke langit dunia dan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW adalah sebagai berikut :
1.
Dalam rangka untuk mengagungkan
persoalan turunnya wahyu itu kelak kepada ummat manusia. Dengan turunnya
sekaligus agar secara serentak para penghuni langit yang tujuh itu
mengetahuinya dan saebagai peringatan bahwa Al-Qur’an itulah kelak yang
merupakan kitab suci terakhir yang turunnya kepada manusia dari Allah SWT. Sedangkan turunnya secara berangsur-angsur, adalah dalam
rangka menghormati kedudukan Rasulullah SAW dan untuk
membedakan nilainya dengan kitab-kitab suci yang turun sebelumnya.
2.
Diturunkannya secara
berangsur-angsur agar Rasulullah dapat memahami dan memantapkan pengertiannya
dalam hati beliau.
3.
Untuk menjawab persoalan-persoalan
yang timbul dalam masyarakat sehingga sesuai dengan kondisi dan situasi serta
kebutuhan masyarakat, sebab untuk apa Al-Qur’an diturunkan padahal isinya belum
sesuai dengan kebutuhan.
2.5.
Cara Wahyu Turun
Kepada Rasul
Adapun cara wahyu turun kepada Nabi Muhammad SAW
berbeda-beda dan berbagai cara. Manna’ Khalil Al-Qattan dalam bukunya “Mabahits
Fi Ulumil Qur’an” menyatakan bawa cara turunya Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW, adalah sebagai berikut :
1.
Melalui Jibril, malaikat pembawa
wahyu dan hal ini berbagai macam cara sebagai berikut:
a.
Datang kepadanya suara seperti
dentingan lonceng dan suara yang amat kuat yang mempengaruhi faktor-faktor
kesadaran, sehingga ia dengan segala kekuatannya siap menerima pengaruh itu.
Cara ini yang paling berat bagi Rasul.
b.
Malaikat menjelma kepada Rasul
sebagai seorang laki-laki dalam bentuk manusia. Cara ini lebih ringan daripada
cara sebelumnya.
c.
Malaikat mengilhamkan sesuatu
kepada Nabi, Cara ini hampir sama dengan yang pertama dan yang kedua di atas.
d.
Bahwa Malaikat menjelmakan
dirinya kepada Rasul dalam bentuk yang asli.
2.
Tanpa melalui perantara, di
antaranya ialah mimpi yang benar dalam tidur atau Allah SWT
langsung berbicara kepada Nabi seperti waktu Nabi Muhammad SAW
melaksanakan Isra’ Mi’raj.
2.6.
Macam-Macam Wahyu
Imam Al-Juwaini sebagaimana diungkapkan oleh Imam As-Suyuthy dalam
Al-Itqannya mengatakan bahwa, Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW itu terbagi kepada dua, yaitu :
1.
Allah berfirman kepada Jibril :
“Katakanlah kepada seseorang Nabi (Muhammad SAW) yang
engkau sengaja dikirim kepadanya, bahwasanya Allah berfirman begini atau
menyuruh begitu”. Jibrilpun paham makna yang disampaikan Tuhan kepadanya,
kemudian ia turun dan mengatakan hal itu kepada Nabi tersebut apa-apa yang
dikatakan Tuhan kepadanya. Akan tetapi ungkapan yang dipergunakan Jibril bukan
merupakan ungkapan Allah sendiri, tetapi maknanya saja yang dipahaminya dari
Allah, sedangkan susunan bahasanya adalah dari Jibril sendiri.
2.
Allah berfirman kepada Jibril,
“Bacakanlah kitab ini kepada seseorang Nabi”. Kemudian Jibrilpun turun
menyampaikan pesan itu tanpa mengubah sedikitpun kalimat demi kalimat yang
telah difirmankan Allah kepadanya.
Prof. Dr. TM. Hasbi Ash-Shiddiqi dalam bukunya “Pengantar Ilmu
Tafsir” menyatakan bahwa bahagian yang kedua adalah merupakan wahyu Allah yang
berupa Al-Qur’an. Sedangkan bahagian yang pertama adalah As-Sunnah, sebab pada
waktu menurunkan wahyu yang berupa As-Sunnah juga sama caranya dengan
menurunkan Al-Qur’an, hanya As-Sunnah maknanya saja yang diterima dari Allah,
sedangkan redaksinya Jibril sendiri yang menyusun.
Namun demikian dalam masalah ini secara umum para Ulama terbagi kepada tiga pendapat, yaitu :
Namun demikian dalam masalah ini secara umum para Ulama terbagi kepada tiga pendapat, yaitu :
1.
Bahwa yang diturunkan dari Lauh
Mahfuzh itu adalah Lafzh dan maknanya, sedangkan Jibril hanyalah menghafal
Al-Qur’an itu dari Lauh Mahfuzh dan lalu menurunkannya kepada Nabi.
2.
Bahwa yang diturunkan itu
adalah maknanya saja, sedangkan Rasul memahami makna-makna itu, lalu beliau
menta’birkan makna itu ke bahasa arab.
3.
Bahwa yang diturunkan itu
adalah maknanya saja, sedangkan Jibril menta’birkannya dengan bahasa arab.
Lafaz Jibril inilah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
2.7.
Keraguan Orang Yang
Ingkar Terhadap Wahyu
Orang-orang Jahiliah baik yang lama ataupun yang modern selalu
berusaha untuk menimbulkan keraguan mengenai wahyu dengan sikap keras kepala
dan sombong. Keraguan demikian itu sangat lemah dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Manna’ Khalil
Al-Qattan dalam buknya Mabahits Fi Ulumil Qur’an dan sekaligus memberikan
argumentasi sebagai berikut :
1.
Mereka mengira bahwa Al-Qur’an
itu dari peribadi Muhammad dengan menciptakan maknanya dan dia sendiri pula
yang menyusun bentuk gaya bahasanya. Qur’an bukanlah wahyu. Ini adalah sangkaan
yang batil. Apabila Rasulullah menghendaki kekuasaan untuk dirinya sendiri dan
menantang manusia dengan mukjizat-mukjizat untuk mendukung kekuasaannya, tidak
perlu ia menisbahkan semua itu kepada pihak lain. Dapat saja menisbahkan
Al-Qur’an kepada dirinya sendiri, karena hal itu cukup untuk mengangkat
kedudukannya dan menjadikan manusia tunduk pada kekuasaannya, sebab
kenyataannya semua orang Arab dengan segala kefasihannya dan retorikanya tidak
juga mampu menjawab tantangan itu. Bahkan mungkin ini lebih mendorong mereka
untuk menerima kekuasaannya, karena dia juga salah seorang dari mereka yang
dapat mendatangkan apa yang tidak mereka sanggupi.
2.
Mereka juga mengira bahwa
Al-Qur’an adalah merupakan hasil dari ketajaman otak, penalaran intelektual dan
pemahaman yang diungkapkan oleh Muhammad. Padahal Al-Qur’an adalah merupakan
penerimaan dan pengajaran dari Allah SWT. Al-Qur’an
menyebut berita-berita tentang ummat terdahulu, golongan-golongan dan peristiwa-peristiwa
sejarah dengan kejadian-kejadiannya yang benar dan cermat, seperti halnya yang
disebutkan oleh saksi mata, sekalipun masa yang dilalui oleh sejarah itu sudah
amat jauh, bahkan sampai pada kejadian pertama alam semesta ini. Hal ini tentu
tidak memberikan tempat bagi penggunaan pikiran dan kecermatan firaasat.
Apalagi Nabi sendiri tidak hidup satu masa dengan ummat-ummat dan
peristiwa-peristiwa tersebut.
3.
Mereka juga mengira bahwa
Muhammad telah menerima ilmu-ilmu Al-Qur’an itu dari seorang guru. Memang benar
bahwa Muhammad telah menerima ajaran-ajaran agama Islam itu dari seorang guru
yang menyampaikan Al-Qur’an itu kepadanya yaitu Malaikat Jibril as. bukan dari
seorang guru manusia biasa atau dari golongan mereka.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1.
Al-Qur’an adalah merupakan
Kalamullah yang diturunkan kepada NabiNya Muhammad SAW
yang tidak perlu diragukan kebenarannya. Al-Qur’an adalah merupakan sebuah nama
yang diberikan terhadap kitab Allah yang diturunkan kepada Muhammad SAW. Al-Qur’an memiliki banyak nama selain Al-Qur’an.
2.
Wahyu adalah merupakan
Kalamullah yang disampaikannya kepada seorang Nabi dalam hal ini adalah
Muhammad SAW dengan berbagai cara ada yang langsung dan
ada yang melalui perantaraan malaikat Jibril dalam kurun waktu 20 tahun atau 23
tahun dan atau 25 tahun (terjadi perbedaan ulama karena perbedaan menghitung
berapa lama Nabi di Makkah setelah diangkat jadi Rasul).
3.
Al-Qur’an sebagai wahyu Allah
turun sekaligus dari Lauh Mahfuzh ke langit dunia dan dari langit dunia turun
secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW. Cara
turunnya Al-Qur’an melalui Jibril ini para ulama berbeda pendapat, ada yang
mengatakan bahwa Jibril menerimanya secara pendengaran dari Allah dengan
Lafalnya yang khusus; ada yang mengatakan bahwa Jibril menghafalnya dari Lauh
Mahfuzh; dan ada pula yang mengatakan bahwa maknanya disampaikan kepada Jibril,
sedangkan lafalnya adalah lafal Jibril, atau lafal Muhammad SAW.
4.
Orang-Orang Jahiliah primitif
maupun Jahiliah modern menuduh bahwa Al-Qur’an itu adalah merupakan rekayasa
Muhammad. Tuduhan ini tidak beralasan sebab Nabi Muhammad SAW
itu tidak memiliki kapasitas peribadi dan logika untuk menciptakan Al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
As-Sayuthi, Jalaluddin Abdurrahman. Al-Itqan Fi Ulumil Qur’an. Cairo : Darul
Fikri.
Ash-Shiddiqi, TM. Hasbi, Prof. Dr. 1980. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/
Tafsir,
Jakarta : Bulan Bintang.
Jakarta : Bulan Bintang.
As-Sholih, Subhi, Dr. 1999. Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Jakarta : Pustaka Pirdaus.
Ash-Shobuny, Muhammad Aly. 1984. Pengantar
Study Al-Qur’an (At-Tibyan). Jakarta : PT. Al-Ma’arif.
Daniel, A. Madigan. 2001. Membuka Rahasia Al-Qur’an. Jakarta : PT. Inti Media Cipta
Nusantara.
Nusantara.
Departemen Agama. 1997. Muqaddimah Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta : Cv. Darma Pala.
Manna’ Khalil Al-Qattan. 1973. Mabahits Fi Ulumil Qur’an. Mansyurat: al-“Asr al-Hadits.
Q. Shaleh, K. H. 1999. Asbabun
Nuzul. Bandung : CV. Diponegoro.
Ramli Abdul Wahid, H. Drs. 2002. Ulumul Qur’an. Jakarta : PT. Raja
Grapindo Persada.
Shihab, M. Quraisy. 1996. Membumikan Al-Qur’an. Bandung : Mizan.
0 komentar:
Posting Komentar